Minggu, Maret 27, 2011

Konsolidasi Program Lingkungan Sehat 2011

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah melalui Seksi Penyehatan Lingkungan Bidang Bindal Penyakit dan Penyehatan Lingkungan menyelenggarakan Pertemuan Konsolidasi Program Lingkungan Sehat 2011, pada 10 Februari 2011 di aula Wijaya Kusuma lantai delapan, diikuti oleh Penanggungjawab Progam Lingkungan Sehat Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota Se Jawa Tengah. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014 prioritas ketiga adalah kesehatan dengan menitikberatkan pembangunan kesehatan melalui pendekatan preventif, tidak hanya kuratif , melalui peningkatan kesehatan masyarakat dan lingkungan diantaranya dengan perluasan akses air bersih, pengurangan wilayah kumuh sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan angka harapan hidup dan pencapaian keseluruhan sasaran Millenium Development Goal (MDGs) tahun 2015. Program Lingkungan Sehat merupakan salah satu pendukung dalam pencapaian tujuan MDGs yaitu tujuan 7 (Kelestarian Lingkungan) pada target 10 yaitu peningkatan akses penduduk terhadap air bersih dan sanitasi dasar yang berkualitas. Pencapaian tujuan 7 dan target 10 MDGs di tingkat provinsi perlu didukung capaian di tingkat kabupaten/kota, dan seluruh pemangku kepentingan yang terdiri dari Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat . Upaya-upaya khusus dan yang lebih keras lagi perlu tetap dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja capaian tujuan 7 dan target 10 MDGs.

Harapan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (dr. Mardiatmo, Sp.Rad) dalam sambutannya memohon kepada penanggungjawab program LingkunganSehat agar dapat dilakukan : 1. Mensinergikan tujuan Millenium Development Goals dalam pembangunan penyehatan lingkungan melalui rencana aksi daerah. 2. Mengacu kepada pokok kegiatan Kementerian Kesehatan untuk kegiatan penyehatan lingkungan yaitu : a. Penyehatan air minum dan sanitasi dasar. b. Penyehatan permukiman dan tempat – tempat umum. c. Penyehatan kawasan dan sanitasi darurat. d. Pengamanan limbah. e. Hygiene sanitasi pangan 3. Melakukan pendekatan program melalui: a. Pengembangan sanitasi total berbasis masyarakat b. Pengembangan kabupaten/kota sehat. c. Pengawasan kualitas air minum. d. Pengawasan tempat – tempat umum dan rumah sehat. e. Pengelolaan limbah dan analisis dampak kesehatan lingkungan 4.Peningkatan kegiatan komunikasi, edukasi dan informasi, penguatan surveilans faktor resiko lingkungan dan peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan penyehatan lingkungan. 5.Melakukan Monitoring dan evaluasi dalam upaya identifikasi pelaksanaan dan pengukuran kinerja hasil kegiatan.

Seksi Penyehatan Lingkungan

Rabu, Maret 23, 2011

FAKTOR RESIKO PENULARAN TUBERKULOSIS

Menyambut Hari TB Sedunia 24Maret 2011.


Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun. Faktor Jenis Kelamin. Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya. Pekerjaan Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru. Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.

Kebiasaan Merokok Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru. Kepadatan hunian kamar tidur Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.

Pencahayaan Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang. Ventilasi Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB. Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humiditiy) yang optimum. Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%. Kondisi rumah Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis. Kelembaban udara Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Status Gizi Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit. Keadaan Sosial Ekonomi Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru. Perilaku Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.

Hari Air Sedunia (World Water Day)


Hari Air Sedunia atau World Water Day dan sering pula disebut sebagai World Day for Water merupakan hari perayaan yang ditujukan untuk menarik perhatian masyarakat sedunia (internasional) akan pentingnya air bagi kehidupan serta untuk melindungi pengelolaan sumber daya air secara berkelanjutan. Peringatan Hari Air Sedunia dilaksanakan setiap tanggal 22 Maret.
Pun pada tahun 2011. Peringatan hari air sedunia atau World Water Day dilaksanakan pada tanggal 22 Maret 2011 di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Sejarah Hari Air Sedunia. Berdasarkan sejarahnya Hari Air Sedunia dicetuskan kali pertama saat digelar United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) atau Konferensi Bumi oleh PBB di Rio de Janeiro pada tahun 1992.

Logo Hari Air Sedunia 2011 dalam bahasa Inggris
Pada Sidang Umum PBB ke-47 yang dilaksanakan pada tanggal 22 Desember 1992, keluarlah Resolusi Nomor 147/1993 yang menetapkan pelaksanaan peringatan Hari Air se-Dunia setiap tanggal 22 Maret dan mulai diperingati pertama kali pada tahun 1993.
Tema dan Logo Hari Air Sedunia. Setiap tahun
peringatan Hari Air Sedunia memiliki tema dan logo tersendiri yang ditetapkan PBB. Sebagai contoh pada tahun 2009 silam tema yang diangkat adalah “Shared Waters Shared Opportunities” yang di-Indonesiakan menjadi “Air Bersama, Peluang Bersama”. Sedang pada Hari Air Sedunia tahun 2010 mengambil tema “Clean Water for a Healthy World“.

Tema Hari Air Sedunia 2011
Dan kini pada peringatan Hari Air Sedunia tahun 2011, tema yang diangkat adalah “Water for Cities, Responding to The Urban Challenge“. Tema ini dialihbahasakan dalam tema hari air tingkat nasional menjadi “Air Perkotaan dan Tantangannya”.
Uniknya, logo resmi Hari Air Sedunia Tahun 2011 yang dirilis oleh www.worldwaterday2011.org (situs resmi World Water Day 2011) dibuat dalam 40 bahasa yang berbeda. Dan salah satu logo tersebut ternyata dibuat dalam bahasa Indonesia.

Logo Hari Air Sedunia dalam 40 bahasa yang salah satunya bahasa Indonesia
Hari Air Sedunia – Word Water Day Tahun 2011. Dari tema dan logo ini terlihat bahwa isu khusus yang diangkat PBB dalam Hari Air Sedunia tahun 2011 berkaitan dengan
air di daerah perkotaan dan berbagai permasalahannya terutama terkait urbanisasi.
Di Indonesia yang katanya negeri kaya air, ternyata juga tidak terlepas dari persoalan air. Di kota-kota, berbagai permasalahan air telah menghantui setiap orang. Ketersediaan Air bersih yang semakin mahal dan langka serta pencemaran air menjadi masalah nyata terutama di kota-kota besar Indonesia.
Untuk itu, peringatan Hari Air Sedunia 2011 seharusnya menjadi tonggak awal kesadaran kita bahwa kita perlu melakukan tindakan nyata untuk menyelamatkan air kita. Tiga hal paling sederhana namun berdampak besar yang bisa kita lakukan adalah mulai
hemat air, mengurangi pencemaran air, dan menanam air hujan.
Referensi dan gambar:
www.worldwaterday2011.org (materi dan gambar)

Jumat, Maret 18, 2011

SATU LAGI DESA STOP BABS DI KABUPATEN KUDUS

Desa Kajar Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus letaknya ada di lereng pegunungan Muria dideklarasikan sebagai salah satu Desa Open Defecation Free (ODF) yaitu desa yang warganya sudah tidak buang air besar (BAB) sembarangan dihadapan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus dan DPMU Kabupaten Kudus.

Saat ini sudah dibangun sejumlah fasilitas sanitasi seperti jamban keluarga , bak air, sanitasi sekolah dan sejumlah jaringan perpipaan melalui program Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat),” ujar koordinator Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) Tirto Makmur H. Widargo, saat deklarasi desa ODF di Desa Kajar beberapa waktu yang lalu
Pembangunan sejumlah fasilitas itu menggunakan dana dari APBN senilai Rp 192.500.000 dan APBD senilai Rp 27.500.000. Ada pula dana secara mandiri dari masyarakat setempat
Desa Kajar terletak di lereng Gunung Muaria terdiri dari 4 RW dengan jumlah pendududk 3927 jw, Jumlah KK 1135, Jumlah Rumah 1010, Berkenaan dengan kegiatan Pamsimas selama tahun 2010 telah dilakukan beberapa kali kegiatan Pemicuaan lewat CLTS (>5kali) beberapa kali pendampingan dan monitoring terus menerus akhirnya sebagaian masyarakat yang terpicu dengan kesadaran sendiri, mau berubah perilakunya menjadi perilaku yang bersih dan sehat ini dibuktikan dengan telah terbuatnya 5 unit jamban septiktank, 1 unit jamban sederhana dan, menutup jamban jumbleng 91 unit serta masih ada yang menumpang sebanyak 14 KK, secara keseluruhan (improved) di desa Kajar ada 766 unit jamban, tutur Ibu Dining selaku ketua Komite CLTS Desa Kajar
Saat ini semua KK telah terlayani air bersih dari sumber mata air dengan system perpipaan ke sambungan rumah penduduk yang dibangun melalui dana Pamsimas dan swadaya masyarakat murni .Menurut Jamasri selaku Ketua BP SPAM Tlogorejo Desa Kajar saat ini ada 664 KK konsumen atau pelanggan yang memakai fasilitas itu dengan dibebani membayar Rp 3000/KK/bl.dkk kudus





Senin, Maret 14, 2011

KAMPUS BEBAS JENTIK, STRATEGI PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE

Beberapa kota besar di Indonesia dikenal sebagai kota endemik DBD (Demam Berdarah Dengue), termasuk Medan. Kota lainnya adalah Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar, Lampung, Palembang, dan sebagainya... Dr. UMAR ZEIN

Beberapa kota besar di Indonesia dikenal sebagai kota endemik DBD (Demam Berdarah Dengue), termasuk Medan. Kota lainnya adalah Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar, Lampung, Palembang, dan sebagainya. Semakin padat penduduk suatu kota, maka penularan DBD akan semakin mudah dan semakin cepat.

Berbagai teori pemberantasan dan pencegahan DBD sudah lama diterapkan. Kita kenal Pokja (kelompok kerja) dan Pokjanal (kelompok kerja fungsional) yang dikatakan sangat efektif untuk memberantas sarang nyamuk di kelurahan dan desa. Ada juga istilah pemantau jentik, jumantik (juru pemantau jentik) yang direkrut dari kepala lingkungan dan kader serta istilah patroli kesehatan. Semuanya merupakan upaya untuk mengurangi populasi nyamuk aedes aegypti yang membawa virus dengue penyebab DBD. Kita semua tahu istilah 3M + 1T untuk pemberantasan sarang nyamuk.

Namun fakta yang terlihat sampai saat ini adalah:

1. Masalah DBD belum dapat diatasi secara optimal di seluruh Indonesia.

2. Hampir semua orang tahu slogan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M (menguras, menutup dan mengubur) dan 1T (telungkupkan) itu, tapi tidak banyak yang melaksanakannya. Semua hanya tinggal slogan dan tulisan dalam spanduk-spanduk atau leaflet-leaflet penyuluhan.

3. Metode penanggulangan yang selama ini dilaksanakan masih belum efektif karena masih bertumpu pada kondisi hilirnya saja yaitu dengan penyemprotan atau fogging, bukan pada hulunya, yaitu PSN atau lebih tepat pemberantasan jentik nyamuk.

4. Parameter hasil penanggulangan DBD yang dikenal seperti ABJ (Angka Bebas Jentik) ternyata tidak akurat, karena hampir tidak mungkin untuk mendapatkan angka bebas jentik yang benar dan angka ini selalu berubah tergantung kondisi lingkungan sekitarnya dan peran serta masing-masing individu di rumahnya.

5. Kriteria diagnosis DBD yang diadopsi dari WHO, ternyata di lapangan banyak membutuhkan modifikasi baik secara klinis maupun laboratoris. Turunnya jumlah trombosit dapat dilihat paling cepat pada hari ketiga demam, umumnya pada hari kelima.

6. Penanganan kasus DBD di seluruh rumah sakit belum dilakukan secara standar. Ini disebabkan adanya perbedaan pemahaman tentang patofisiologi DBD oleh para dokter serta kriteria diagnosis yang digunakan

Membangun Peran Serta Masyarakat
Dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 disebutkan bahwa pembangunan sumber daya manusia diarahkan untuk terwujudnya manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif dan masyarakat yang semakin sejahtera (Bappenas 2005). Melalui Program Indonesia Sehat 2010, gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai adalah masyarakat yang antara lain hidup dalam lingkungan yang sehat dan mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat (Depkes 2003). Lingkungan yang sehat termasuk di dalamnya bebas dari wabah penyakit menular.

Penanggulangan wabah demam berdarah seperti halnya wabah pada umumnya, melibatkan peran serta masyarakat namun sifatnya persuasif. Dalam penjelasan Pasal 5 Undang-undang No. 4 Tahun 1984, dikatakan bahwa penyuluhan kepada masyarakat adalah kegiatan komunikasi yang bersifat persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar masyarakat mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dapat melindungi diri dari penyakit, dan apabila terkena, tidak menular pada orang lain.

Dalam penjelasan Pasal 5 Undang-undang No. 4 Tahun 1984, juga dikatakan bahwa penyuluhan dilakukan agar masyarakat dapat berperan aktif dalam menanggulangi wabah. Selanjutnya dalam Pasal 6 dikatakan bahwa mengikutsertakan masyarakat secara aktif haruslah tidak mengandung paksaan, disertai kesadaran dan semangat gotong royong, dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian, kebijakan pemberantasan penyakit menular memang mendorong keterlibatan masyarakat secara aktif, namun lebih bersifat imbauan.

Kampus Bebas Jentik
Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) sejak tahun 2003 sampai saat ini, kecenderungannya bergeser dari anak ke dewasa. Hal ini merupakan fenomena global yang juga terjadi di sejumlah daerah di Indonesia maupun negara-negara lain di dunia, umumnya di daerah perkotaan. Upaya pencegahan penularan yang telah dilakukan selama ini, disamping fogging fokus, yang lebih penting adalah Pemberantasan Jentik Nyamuk (PJN). Kegiatan ini harus dilakukan di rumah-rumah juga di tempat-tempat lain seperti sekolah, kampus, kantor-kantor, mall, rumah ibadah dan pesantren serta bengkel-bengkel. Pemberantasan sarang jentik merupakan tindakan yang paling penting dalam mengurangi jumlah populasi nyamuk aedes sebagai vektor penular.

Kampus merupakan salah satu tempat perindukan nyamuk aedes untuk daerah perkotaan. Karena kampus mempunyai banyak bak yang berisi air dan belum tentu dilakukan pengurasan secara regular setiap minggu oleh petugas kebersihannya. Jadi, bak air di kamar mandi tersebut merupakan breeding places bagi nyamuk aedes. Belum lagi kontainer-kontainer alamiah seperti pohon dan bunga yang bisa menampung air, dan juga kontainer lain seperti kaleng atau tempurung kelapa. Dispenser dan kulkas juga merupakan tempat perindukan aedes yang lazim di ruangan ataupun rumah-rumah yang selalu luput dari perhatian kita.

Mulai Juni 2008, surat edaran dari Sekda Medan sudah dilayangkan ke seluruh Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Medan agar melakukan upaya pemberantasan sarang jentik bersama dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat. Hasil survei selama kegiatan ini, di beberapa kampus memang ditemukan bak air yang berisi jentik, bahkan ada kampus yang 50 persen dari jumlah bak air yang ada berisi jentik aedes.

Kegiatan yang sederhana
Kegiatan ini sederhana dan mudah. Yang diperlukan hanya kemauan serta kerja sama semua pihak yang ada di setiap kampus. Cukup dengan mengosongkan seluruh bak air yang ada di lingkungan kampus dan menyikat dinding bak air tersebut, karena telur nyamuk selalu melekat pada dinding bak air. Kemudian, kepada setiap petugas diberikan bubuk abate untuk ditaburkan pada dinding bak air sebelum diisi kembali.

Petugas dari Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas setempat melakukan penyelidikan epidemiologi di sekitar kampus serta melakukan fogging di lingkungan kampus dan lingkungan sekitar di luar kampus. Tentunya pemerintah setempat turut berpartsiipasi mengerahkan warganya untuk melakukan hal yang sama di lingkungan di luar kampus. Dalam hal ini camat, lurah dan kepala lingkungan turut berperan aktif. Sebelumnya, pihak Dinas Kesehatan Kota Medan memberi penyuluhan untuk para mahasiswa dan karyawan tentang DBD serta cara mencegah penularannya di rumah dan di sekolah-sekolah termasuk di kampus secara singkat dan sederhana.

Dengan program kampus bebas jentik ini, diharapkan timbul suatu kesadaran dan pemahaman pada seluruh personil kampus, terutama para mahasiswa dan karyawannya agar melakukan pengurasan bak-bak yang ada di lingkungan kampus dan mengosongkannnya secara serentak minimal setiap 2 minggu (sebaiknya setiap minggu) dan reguler. Alangkah baiknya bila pihak pemerintahan setempat, camat dan lurah juga ikut menggerakkan warga di seputar kampus ikut pula melaksanakan PJN secara serentak dan reguler pula.

Program ini sederhana, tidak membutuhkan biaya khusus oleh pihak kampus, namun cukup efektif untuk melindungi warga kampus dari penularan DBD. Sasarannya juga adalah kaum intelektual dan calon-calon intelektual, sehingga pesan-pesan kesehatan ini tidak sulit untuk disebarluaskan.

Penulis adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan

SATU JENTIK NYAMUK Rp 25 RIBU

Hal ini untuk membangkitkan semangat warga memberantas demam berdarah dengue (DBD).

VIVAnews - Upaya untuk melakukan pembarantaasan jentik nyamuk aedes aegypti penyebab demam berdarah dengue (DBD) di kawasan RW 4, Kelurahan Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, harus menjadi contoh.

Untuk meningkatkan kesadaran, seluruh warga kawasan tersebut sepakat, membayar denda jika rumah mereka kedapatan ada jentik nyamuknya. Satu jentik nyamuk didenda Rp 25 ribu.

Hal ini untuk membangkitkan semangat warga memberantas demam berdarah dengue (DBD) di wilayahnya.

Sofwan Lutfi, Ketua RW 04 Kelurahan Kedoyautara mengatakan, petugas pemantau jentik (Jumantik) akan mengecek ke setiap rumah warga.
"Satu jentik nyamuk yang ditemukan didenda sebesar Rp 25 ribu, kalau empat jentik berarti 100 ribu," ujar Sofwan, seperti dikutip dari situs berita milik Pemerintah DKI Jakarta, Minggu, 8 Februari 2009.

Perjanjian ini telah disepakati seluruh warga. Agar mereka sungguh-sungguh dalam melakukan PSN di lingkungan rumah.
• VIVAnews .eko priliawito.metro

Jumat, Maret 04, 2011

KODE ETIK SANITARIAN

Apabila kita telah memilih Sanitrarian sebagai sebuah profesi, maka sebagai seorang sanitarain dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus senantiasa dilandasi oleh kode etik serta harus selalu menjujung tinggi ketentuan yang dicanangkan oleh profesi. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya harus selalu berpedoman pada standar kompetensi. Sedangkan standar kompetensi itu sendiri harus senantiasa terus dilengkapi dengan perangkat-perangkat keprofesian yang lain.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 373/Menkes/SK/III/2007 Tanggal : 27 Maret 2007 Tentang Standar Profesi Sanitarian, berikut merupakan Kode Etik Sanitarian/Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia.



A. KEWAJIBAN UMUM

Seorang sanitarian harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan profesi sanitasi dengan sebaik-baiknya.
Seorang sanitarian harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.
Dalam melakukan pekerjaan atau praktek profesi sanitasi, seorang sanitarian tidak boleh dipengaruhi sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Seorang sanitarian harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.
Seorang sanitarian senantiasa berhati-hati dalam menerapkan setiap penemuan teknik atau cara baru yang belum teruji kehandalannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Seorang hanya memberi saran atau rekomendasi yang telah melalui suatu proses analisis secara komprehensif.
Seorang sanitarian dalam menjalankan profesinya, harus memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dengan menjunjung tinggi kesehatan dan keselamatan manusia, serta kelestarian lingkungan.
Seorang sanitarian harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan klien atau masyarakat dan teman seprofesinya, dan berupaya untuk mengingatkan teman seprofesinya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau kebohongan dalam Menangani masalah klien atau masyarakat.
Seorang sanitarian harus menghormati hak-hak klien atau masyarakat, hak-hak teman seprofesi, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan klien atau masyarakat.
Dalam melakukan pekerjaannya seorang sanitarian harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan seluruh aspek kesehatan lingkungan secara menyeluruh, baik fisik, biologi maupun sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Seorang sanitarian dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
B. KEWAJIBAN SANITARIAN TERHADAP KLIEN / MASYARAKAT

Seorang sanitarian wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penyelesaian masalah klien atau masyarakat. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau penyelesaian masalah, maka ia wajib berkonsultasi, bekerjasama dan atau merujuk pekerjaan tersebut kepada sanitarian lain yang mempunyai keahlian dalam penyelesaian masalah tersebut.
Seorang sanitarian wajib melaksanakan profesinya secara bertanggung jawab.
Seorang sanitarian wajib melakukan penyelesaian masalah sanitasi secara tuntas dan keseluruhan.
Seorang sanitarian wajib memberikan informasi kepada kliennya atas pelayanan yang diberikannya.
Seorang sanitarian wajib mendapatkan perlindungan atas praktek pemberian pelayanan.
C. KEWAJIBAN SANITARIAN TERHADAP TEMAN SEPROFESI

Seorang sanitarian memperlakukan teman seprofesinya sebagai bagian dari penyelesaian masalah.
Seorang sanitarian tidak boleh saling mengambil alih pekerjaan dari teman seprofesi, kecuali dengan persetujuan, atau berdasarkan prosedur yang ada.
D. KEWAJIBAN SANITARIAN TERHADAP DIRI SENDIRI

Seorang sanitarian harus memperhatikan dan mempraktekan hidup bersih dan sehat supaya dapat bekerja dengan baik.
Seorang sanitarian harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan lingkungan, kesehatan dan bidang-bidang lain yang terkait.
inspeksi sanitasi