Beberapa kota besar di Indonesia dikenal sebagai kota endemik DBD (Demam Berdarah Dengue), termasuk Medan. Kota lainnya adalah Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar, Lampung, Palembang, dan sebagainya... Dr. UMAR ZEIN
Beberapa kota besar di Indonesia dikenal sebagai kota endemik DBD (Demam Berdarah Dengue), termasuk Medan. Kota lainnya adalah Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar, Lampung, Palembang, dan sebagainya.
Semakin padat penduduk suatu kota, maka penularan DBD akan semakin mudah dan semakin cepat.
Berbagai teori pemberantasan dan pencegahan DBD sudah lama diterapkan. Kita kenal
Pokja (kelompok kerja) dan Pokjanal (kelompok kerja fungsional) yang dikatakan sangat efektif untuk memberantas sarang nyamuk di kelurahan dan desa. Ada juga istilah pemantau jentik, jumantik (juru pemantau jentik) yang direkrut dari kepala lingkungan dan kader serta istilah patroli kesehatan. Semuanya merupakan upaya untuk mengurangi populasi nyamuk aedes aegypti yang membawa virus dengue penyebab DBD. Kita semua tahu istilah 3M + 1T untuk pemberantasan sarang nyamuk.
Namun fakta yang terlihat sampai saat ini adalah:
1. Masalah DBD belum dapat diatasi secara optimal di seluruh Indonesia.
2. Hampir semua orang tahu slogan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M (menguras, menutup dan mengubur) dan 1T (telungkupkan) itu, tapi tidak banyak yang melaksanakannya.
Semua hanya tinggal slogan dan tulisan dalam spanduk-spanduk atau leaflet-leaflet penyuluhan.
3. Metode penanggulangan yang selama ini dilaksanakan masih belum efektif karena masih bertumpu pada kondisi hilirnya saja yaitu dengan penyemprotan atau fogging,
bukan pada hulunya, yaitu PSN atau lebih tepat pemberantasan jentik nyamuk.
4. Parameter hasil penanggulangan DBD yang dikenal seperti
ABJ (Angka Bebas Jentik) ternyata tidak akurat, karena hampir tidak mungkin untuk mendapatkan angka bebas jentik yang benar dan angka ini selalu berubah tergantung kondisi lingkungan sekitarnya dan peran serta masing-masing individu di rumahnya.
5.
Kriteria diagnosis DBD yang diadopsi dari WHO, ternyata di lapangan banyak membutuhkan modifikasi baik secara klinis maupun laboratoris. Turunnya jumlah trombosit dapat dilihat paling cepat pada hari ketiga demam, umumnya pada hari kelima.
6.
Penanganan kasus DBD di seluruh rumah sakit belum dilakukan secara standar. Ini disebabkan adanya perbedaan pemahaman tentang patofisiologi DBD oleh para dokter serta kriteria diagnosis yang digunakan
Membangun Peran Serta Masyarakat
Dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 disebutkan bahwa pembangunan sumber daya manusia diarahkan untuk terwujudnya manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif dan masyarakat yang semakin sejahtera (Bappenas 2005). Melalui Program Indonesia Sehat 2010, gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai adalah masyarakat yang antara lain hidup dalam lingkungan yang sehat dan mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat (Depkes 2003).
Lingkungan yang sehat termasuk di dalamnya bebas dari wabah penyakit menular.
Penanggulangan wabah demam berdarah seperti halnya wabah pada umumnya, melibatkan peran serta masyarakat namun sifatnya persuasif. Dalam penjelasan Pasal 5 Undang-undang No. 4 Tahun 1984, dikatakan bahwa penyuluhan kepada masyarakat adalah kegiatan komunikasi yang bersifat persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar masyarakat mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dapat melindungi diri dari penyakit, dan apabila terkena, tidak menular pada orang lain.
Dalam penjelasan Pasal 5 Undang-undang No. 4 Tahun 1984, juga dikatakan bahwa penyuluhan dilakukan agar masyarakat dapat berperan aktif dalam menanggulangi wabah. Selanjutnya dalam Pasal 6 dikatakan bahwa mengikutsertakan masyarakat secara aktif haruslah tidak mengandung paksaan, disertai kesadaran dan semangat gotong royong, dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian, kebijakan pemberantasan penyakit menular memang mendorong keterlibatan masyarakat secara aktif, namun lebih bersifat imbauan.
Kampus Bebas Jentik
Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) sejak tahun 2003 sampai saat ini, kecenderungannya bergeser dari anak ke dewasa. Hal ini merupakan fenomena global yang juga terjadi di sejumlah daerah di Indonesia maupun negara-negara lain di dunia, umumnya di daerah perkotaan. Upaya pencegahan penularan yang telah dilakukan selama ini, disamping fogging fokus, yang lebih penting adalah
Pemberantasan Jentik Nyamuk (PJN). Kegiatan ini harus dilakukan di rumah-rumah juga di tempat-tempat lain seperti sekolah, kampus, kantor-kantor, mall, rumah ibadah dan pesantren serta bengkel-bengkel. Pemberantasan sarang jentik merupakan tindakan yang paling penting dalam mengurangi jumlah populasi nyamuk aedes sebagai vektor penular.
Kampus merupakan salah satu tempat perindukan nyamuk aedes untuk daerah perkotaan. Karena kampus mempunyai banyak bak yang berisi air dan belum tentu dilakukan pengurasan secara regular setiap minggu oleh petugas kebersihannya. Jadi, bak air di kamar mandi tersebut merupakan breeding places bagi nyamuk aedes. Belum lagi kontainer-kontainer alamiah seperti pohon dan bunga yang bisa menampung air, dan juga kontainer lain seperti kaleng atau tempurung kelapa. Dispenser dan kulkas juga merupakan tempat perindukan aedes yang lazim di ruangan ataupun rumah-rumah yang selalu luput dari perhatian kita.
Mulai Juni 2008, surat edaran dari Sekda Medan sudah dilayangkan ke seluruh Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Medan agar melakukan upaya pemberantasan sarang jentik bersama dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat. Hasil survei selama kegiatan ini, di beberapa kampus memang ditemukan bak air yang berisi jentik, bahkan ada kampus yang 50 persen dari jumlah bak air yang ada berisi jentik aedes.
Kegiatan yang sederhanaKegiatan ini sederhana dan mudah. Yang diperlukan hanya kemauan serta kerja sama semua pihak yang ada di setiap kampus.
Cukup dengan mengosongkan seluruh bak air yang ada di lingkungan kampus dan menyikat dinding bak air tersebut, karena telur nyamuk selalu melekat pada dinding bak air. Kemudian, kepada setiap petugas diberikan bubuk abate untuk ditaburkan pada dinding bak air sebelum diisi kembali.Petugas dari Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas setempat melakukan penyelidikan epidemiologi di sekitar kampus serta melakukan fogging di lingkungan kampus dan lingkungan sekitar di luar kampus. Tentunya pemerintah setempat turut berpartsiipasi mengerahkan warganya untuk melakukan hal yang sama di lingkungan di luar kampus. Dalam hal ini camat, lurah dan kepala lingkungan turut berperan aktif. Sebelumnya, pihak Dinas Kesehatan Kota Medan memberi penyuluhan untuk para mahasiswa dan karyawan tentang DBD serta cara mencegah penularannya di rumah dan di sekolah-sekolah termasuk di kampus secara singkat dan sederhana.
Dengan program kampus bebas jentik ini, diharapkan timbul suatu kesadaran dan pemahaman pada seluruh personil kampus, terutama para mahasiswa dan karyawannya agar melakukan pengurasan bak-bak yang ada di lingkungan kampus dan mengosongkannnya secara serentak minimal setiap 2 minggu (sebaiknya setiap minggu) dan reguler.
Alangkah baiknya bila pihak pemerintahan setempat, camat dan lurah juga ikut menggerakkan warga di seputar kampus ikut pula melaksanakan PJN secara serentak dan reguler pula.
Program ini sederhana, tidak membutuhkan biaya khusus oleh pihak kampus, namun cukup efektif untuk melindungi warga kampus dari penularan DBD. Sasarannya juga adalah kaum intelektual dan calon-calon intelektual, sehingga pesan-pesan kesehatan ini tidak sulit untuk disebarluaskan.
Penulis adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan