Sabtu, Agustus 14, 2010

Menurunkan Separuh Proporsi Penduduk yang Tidak Memiliki Akses yang Berkelanjutan Terhadap Air Minum yang Aman dan Sanitasi Dasar pada 2015

Tujuan MDG ketujuh antara lain menetapkan target untuk menurunkan separuh dari proporsi penduduk yang tidak memiliki “akses yang berkelanjutan terhadap air minum yang aman.”
Namun apa artinya itu?
Mungkin anda bisa mendapatkan air dari sumur atau sungai, atau dari hidran atau keran air. Apakah anda akan meminumnya?
Rasanya tidak
Di lain pihak, anda dapat merebusnya, sehingga bisa memberikan anda “akses terhadap air minum yang aman.” Atau jika anda mempunyai pendapatan rutin, anda dapat membeli air kemasan. Indonesia merupakan konsumen air kemasan terbesar ke delapan di dunia dengan konsumsi lebih dari 7 milyar liter per tahun pada 2004 dan dengan penjualan yang semakin meningkat pesat .Namun demikian, sangatlah sulit untuk dapat memahami bagaimana masyarakat mendapatkan akses dengan cara-cara seperti itu.
Dan MDGs tidak menganggap air kemasan sebagai sumber yang berkelanjutan bagi kebanyakan orang. Jadi untuk itu indikator yang digunakan adalah proporsi penduduk yang memiliki akses berkelanjutan terhadap satu ”sumber air yang terlindungi (improved water source)”.
Apa artinya terlindungi?

Itu bisa saja sebuah sumur, misalnya, yang sudah diberi pembatas atau memiliki pagar atau tutup untuk melindunginya dari kontaminasi hewan. Atau bisa saja air sungai yang telah disaring oleh perusahaan air untuk menghilangkan hampir semua sumber kontaminasi dan kemudian menyalurkannya melalui pipa. Air seperti itu dapat dikatagorikan sebagai “air yang bersih” meskipun tidak bisa disebut air minum yang aman.
Bahkan ada berbagai standar yang berbeda tentang “kebersihan” air. Satu standar, misalnya, mensyaratkan bahwa sumber air paling tidak harus berjarak minimal 10 meter dari tempat yang digunakan untuk pembuangan tinja.

Sepertinya itu bisa dipahami
Dengan menggunakan standar tersebut, Susenas telah memberikan perkiraan seperti yang terlihat. Angka rata-rata nasional untuk Indonesia adalah 52,1%, meskipun angka ini bervariasi dari 34% di Sulawesi Barat hingga 78% di Jakarta. Kecenderungan terkini di tingkat nasional dapat dilihat menunjukkan satu peningkatan yang perlahan namun pasti. Untuk mengurangi separuhproporsi penduduk yang tidak memiliki akses pada 2015 berarti harus mencapai angka sekitar 80%.

Kita sedang menuju ke arah yang tepat
Ya, dengan kemajuan yang kita capai hingga saat ini, nampaknya kita hampir memenuhi target.
Namun dalam kenyataannya, untuk dapat mencapai target minimal “air bersih” akan sulit. Penyebabnyaberbeda-beda antara kawasan perkotaan denganperdesaan. Di kawasan perdesaan sistem yangtelah terpasang mencapai 50%, tetapi tidak terpelihara dengan baik. Artinya, angka 50%pun bisa jadi hanya perkiraan optimistis karena mencakup sistem yang tidak bekerja dengan baik.
Apa yang salah?
Seringkali kurangnya pemeliharaan. Di komunitas komunitas yang menyebar, sistem yang didanai publik seringkali bersumber pada sumur atau mataair. Namun setelah sistem dipasang, mungkin tidak jelas siapa yang bertanggung jawab untukmemeliharanya. Atau mungkin tenaga ahli yangvawalnya ditugaskan untuk pemeliharaan sudahvpindah. Di perdesaan, pendekatan yang lebih baikbermula dari kebutuhan.
Siapa yang membutuhkan apa?
“Berdasar kebutuhan” artinya komunitas harusmemutuskan untuk diri mereka sendiri apa yang
mereka inginkan dan meminta bantuan dalammerencanakan dan membangun pasokan air
mereka. Karena mereka akan membayar bahanbahanatau perlengkapan yang digunakan, di masamendatang mereka harus diberikan insentif untuk memelihara sistem mereka tersebut. Pendekatanini berjalan baik namun bisa makan waktu lama.Sebaliknya, situasi di kota-kota besar dan kecilberbeda. Di perdesaan harus lebih jelas siapayang menjalankan sistem.
Siapa?
Tanggung jawab keseluruhan dipegang olehpemerintah daerah. Namun tugas mereka menjadi
lebih sulit karena tidak efisiennya perusahaandaerah air minum (PDAM) yang menyediakan air
baik melalui jaringan pipa ke rumah tangga-rumahtangga atau kepada penduduk secara umum
melalui hidran air. PDAM tidak efisien antara lain karena mereka tidak punya biaya untuk melakukaninvestasi. Biasanya mereka tidak diijinkan untukmenaikkan harga sesuai dengan kebutuhan merekadan sering menyalurkan air dengan harga di bawahsemestinya. Beberapa bupati juga menganggapPDAM sebagai satu sumber pemasukan yangmudah. Tidak mengherankan jika banyak PDAMyang mempunyai banyak utang. Selain itu, banyakdari infrastruktur yang rusak. Di Jakarta, misalnya,sekitar separuh dari air PDAM bocor keluar dari pipa-pipa bawah tanah. Penduduk yang mendapatakses ke jaringan pipa adalah penduduk yangberuntung. Saat ini sekitar sepertiga dari rumahtangga di perkotaan mendapatkan akses jaringanpipa air ke rumah mereka dan jumlahnya tidakbertambah dengan cepat. Antara 1990 dan 2005,cakupan air pipa hanya meningkat 3 persen.

Bagaimana dengan mereka yang tidakberuntung?
Kebanyakan dari mereka, tergantung pada hidranair, menggunakan air sumur atau air sungai. Yangpaling tidak beruntung adalah komunitas termiskinyang tidak mampu membayar pemasanganjaringan pipa air, yang juga dipastikan tidak akanmenjangkau mereka yang hidup di permukimankumuh. Ini berarti pada akhirnya mereka harusmembayar dari pedagang keliling dengan harga10 hingga 20 kali lipat dibandingkan harga yangharus dibayar bila mendapatkan pasokan air darijaringan pipa air minum.

Jadi apa yang harus kita lakukan?
Jelas kita harus lebih banyak menanamkaninvestasi untuk pemasokan air.
Namun kita juga membutuhkan sistem pendanaan yang layak yaitudengan mendapat pemasukan dari penduduk yanglebih kaya sementara memberikan subsidi yangtepat sasaran kepada penduduk miskin. Selainitu, pasokan air yang terlindungi juga harus disertai dengan sistem sanitasi yang lebih baik karena dua hal tersebut saling berkaitan, seringkali bahkansangat dekat.
Dalam hal apa?
Sebagian besar karena sistem sanitasi yang buruk mencemari pasokan air. Seperti yang sudah andaperkirakan, ada satu target MDGs untuk sanitasi. Target tersebut adalah untuk mengurangi separuhproporsi penduduk yang tidak memiliki akses ke sanitasi yang aman.

Apa syarat sanitasi yang “aman”?

Jika beruntung, anda dapat memiliki sebuahtoilet sistem guyur di rumah anda yang terhubungkan dengan saluran pembuangan utama.Namun hanya sedikit dari kita yang bisa memilikinya.Kebanyakan orang tergantung pada jambandengan tangki septik atau bisa juga menggunakantoilet umum. “Sanitasi yang tidak aman”, yanganda tanyakan, dapat berupa penggunaan kolam,sawah, sungai atau pantai. Anda mungkin terkejutmengetahui bahwa Indonesia telah memenuhi target sanitasi. Pada 1990, proporsi rumah tangga yang memilki sanitasi yang aman adalah sekitar30%. Jadi target untuk tahun 2015 adalah 65%. Pada 2006, rata-ratanya adalah 69,3%.

Cukup baik kalau begitu
Ya, dan dalam beberapa hal cukup mengesankan.Sayangnya, banyak sistem tersebut di bawah standar. Banyak sistem yang didasarkan pada tangki septik yang sering bocor dan mencemari air tanah. Jadi meskipun sistem tersebut mungkinlebih aman bagi para pengguna toilet, mereka sangat tidak aman untuk pasokan air. Anda jugamungkin sadar bahwa pada 1990 kita memulai dengan tingkat yang cukup rendah sehingga targetyang ditetapkan tidak terlalu tinggi. Nampaknya,kita mungkin cukup berhasil namun bisa jadi itu hanya ilusi. Kita perlu menanamkan investasi lebihbanyak.
Seberapa banyak lagi?
Satu perkiraan menyebutkan bahwa selama sepuluhtahun ke depan, biaya keseluruhan mencapaisekitar $10 milyar32. Investasi tersebut diharapkanberasal dari rumah tangga maupun pemerintahdan harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya.Hasilnya akan terjadi penghematan biaya yangbesar, mulai dari berkurangnya biaya pengobatan hingga penghematan waktu untuk tidak perlu mengantri di toilet umum. Sejumlah ahli ekonomi memperkirakan bahwa, untuk setiap rupiah yangdiinvestasikan kita dapat menghasilkan keuntungan sepuluh kali lipat.
Terdengar menguntungkan.
Bagaimanacaranya berinvestasi?
Itu tergantung di mana anda tinggal. Di perdesaan,orang biasanya memulai dengan sesuatu yangsederhana, misalnya sebuah jamban cemplung dankemudian berganti menjadi jamban dengan tangkiseptik.
Di kawasan perkotaan, situasinya lebihsulit karena lebih terbatasnya ruang. Penduduk termiskin pada awalnya paling tidak akan terus menggunakan toilet umum. Dalam jangka lebihpanjang kita perlu mencari cara untuk menyediakan sistem saluran air limbah umum sehingga semakin banyak orang dapat mengaksesnya. Sepertihalnya pasokan air, peningkatan tidak akan terjadi tanpa keterlibatan masyarakat. Orangharus menyadari betapa pentingnya sanitasi yangbaik dan merencanakan bersama sistem merekasendiri. Sementara, pemerintah dapat memberikandukungan. Namun demikian, menanamkaninvestasi dalam satu sistem sanitasi mungkin akansama maknanya dengan investasi untuk memilikirumah.
Tujuan 7 MDG's

Tidak ada komentar:

Posting Komentar