Rabu, April 07, 2010

Merokok Sebuah Perilaku yang Irasional

Penulis: Bambang Setiaji

Bagaimana kira-kira tanggapan anda bila anda ditawari oleh seseorang atau iklan tertentu yang gencar menawarkan sebuah produk makanan dan minuman, dimana produk tersebut ternyata dapat menyebabkan anda menderita kanker, dapat menyebabkan anda menderita penyakit jantung, dapat menyebabkan anda impoten, bahkan katanya produk tersebut cenderung makruh dan haram. Produk tersebut juga menawarkan bonus lainnya seperti dapat menyebabkan anda ketagihan dan dapat menyebabkan kebotakan. Bila anda ditawari produk tersebut, mungkinkan anda membeli dan mengkonsumsinya ? Secara rasional tentu kita tidak akan membeli dan mengkonsumsi produk tersebut. Namun bagi produk yang namanya rokok, hal itu ternyata tidak berlaku bagi masyarakat kita.

Konsumsi rokok masyarakat Indonesia ternyata masih cukup tinggi. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 (Depkes, 2006) menunjukkan bahwa penduduk usia 15 tahun ke atas yang merokok tercatat sebanyak 34,44%, terdiri dari merokok setiap hari 28,35% dan kadang-kadang 6,09%. Riset Kesehatan Dasar (2007) menunjukkan bahwa penduduk usia lebih dari 10 tahun yang merokok setiap hari sudah mencapai 23,7%. Secara nasional persentase yang merokok tiap hari tampak tinggi pada kelompok umur produktif 25-64 tahun dengan rentang rerata 29% sampai 32%.
Hasil penelitian terhadap sektor informal (Bambang Setiaji, 2006) menunjukkan bahwa 85% tukang ojek mempunyai kebiasaan merokok. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap tukang ojek adalah 11 batang rokok perhari, dengan rata-rata pengeluaran untuk rokok perhari mencapai Rp 7.500,-.Sebagian besar tukang ojek (85%) pernah mengalami kesulitan uang untuk berobat. Mereka mencari uang untuk berobat dengan cara meminjam (39%), meminta bantuan saudaranya (37%), menjual barang/harta (17%), dan minta kartu SKTM (7%). Hampir semua tukang ojek yaitu 97% merasa khawatir bila suatu saat mereka sakit. Menurut sebagian besar mereka (73%) kekhawatiran yang timbul adalah tidak punya uang dan hilangnya kesempatan mencari nafkah. Sebagian besar tukang ojek (86%)mengatakan bila sakit akan mengganggu pekerjaan sehari-harinya, kurang lebih selama 4 hari. Perkiraan rata-rata kehilangan pendapatan selama sakit kuranglebih Rp 83.000,-

Data dari profil tembakau Indonesia (2008), menunjukkan bahwa belanja rokok rumah tangga perokok diIndonesia menempati urutan nomor 2 (10,4%) setelah makanan pokok padi-padian(11,3%), sementara pengeluaran untuk daging, telur dan susu besarnya rata-ratahanya 2%. Pengeluaran untuk rokok lebihdari 5 kali lipat pengeluaran untuk makanan bergizi. Dilihat dari proporsitotal pengeluaran bulanan, belanja rokok mencapai lebih dari 3 kali pengeluaran untuk pendidikan (3,2%) dan hampir 4 kali lipat pengeluaran untuk kesehatan(2,7%).

Berbagai hasil penelitian baik dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa perilaku merokok terbukti dapat berdampak buruk terhadap kesehatan dan ekonomi keluarga. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan jumlah kematian di dunia akibat konsumsi rokok pada tahun 2030 akan mencapai 10 juta orang setiap tahunnya dan sekitar 70% diantaranya terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan rakyat Indonesia pada tahun 2007 membakar uang untuk merokok senilai lebih dari Rp 120 triliun (Thabrany, 2008).

Kebanyakan dari perokok tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka sedang diperalat oleh produsen rokok agar terus mengkonsumsi rokok demi keuntungan mereka. Propaganda terus dilakukan oleh produsen rokok agar para perokok tetap menggangap kebiasaan merokok sebagai suatu perilaku yang rasional dan umum dilakukan. Padahal sudah jelas perilaku merokok merupakan suatu perilaku yang tidak rasional dan banyak mudharatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar