Rabu, Agustus 24, 2011
Minggu, Agustus 07, 2011
Dua Desa Stop BAB di Sembarang Tempat, Dikunjungi Direktur Penyehatan Lingkungan
Kamis, Agustus 04, 2011
Semangat Kepala Desa Untuk Stop Buang Air Besar Di Sembarang Tempat
Pada saat dilakukan sosialisasi awal tingkat desa, bahwa penerimaan dana bantuan program Pamsimas Termin I dari hasil sertifikasi CLTS jamban minimal 80% KK harus bebas dari buang air besar sembarangan. Untuk kegiatan program kesehatan yang dituangkan dalam Rencana Kerja masyarakat dilakukan CLTS lanjutan di tiap-tiap dusun 2 kali pemicuan, serta kegiatan promosi kesehatan oleh tim desa yang terdiri dari kader kesehatan termasuk bidan desa dan tim kecamatan yang terdiri dari sanitarian puskesmas. untuk mengubah perilaku buang air besar sembarangan dan menumbuhkan kebutuhan masyarakat akan jamban.
Faktor penentu agar masyarakat mau mengubah perilaku buang air besar sembarangan adalah peran kepala desa Bapak Fatoni yang selalu memotivasi KK yang belum membangun jamban.
Dengan pengaruh kewibawaan Kepala Desa yang besar, akhirnya masyarakat merasa sungkan dan akhirnya membangun jamban. Hasil kerja keras kepala desa terlihat dari progress bulanan yang menunjukkan penambahan yang signifikan. Hal ini terlihat dari catatan kartu monitoring yang ditempel di setiap rumah pada bulan Februari minggu III menujukkan kepemilikan jamban sudah semua rumah memiliki jamban dan semua KK sudah Buang Air Besar di Jamban.
Sebagai syarat bahwa desa tersebut layak sebagai desa Bebas Buang Air Besar Sembarangan, maka dilakukan verifikasi dari tim verifikasi yang terdiri dari Kepala PUSKESMAS Tempuran, Ibu dr.Angraeni, Petugas Sanitarian Bpk Agung, Kasie PL Dinkes Bpk Didit dan Ibu Malikah, LSM dibantu Perangkat Desa. Hasill verifikasi 297 KK (100%) sudah memiliki jamban dengan demikian desa layak Bebas Buang Air Besar Sembarangan.
Berdasarkan hasil verikiasi tersebut maka pada tanggal 28 Februari 2011 desa Growong mendeklarasikan diri sebagai desa yang telah bebas buang air besar sembarangan tempat.
Acara deklarasi diawali dengan laporan hasil verifikasi oleh Kepala Puskesmas Temuran, Deklarasi BBABS dipimpin oleh Kepada desa Bapak Fatoni diikuti semua tamu undangan, Ikrar PHBS oleh siswa-siswai SD, sambutan dan pengarahan Camat Kecamatan Tempuran Bapak Darmono, S.Sos dilanjutkan dengan penandatanganan prasasti SBABS.
Sehingga pelaksanaan program Pamsimas terutama dalam meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada masyarakat dapat dikatakan berhasil. Semua hasil yang telah dicapai tidak terlepas dari peran serta aktif seluruh elemen masyarakat Desa Growong dalam merencanakan, melaksanakan dan memonitor kegiatan Program Pamsimas. (Agus Surono HHS Magelang)
Rabu, Agustus 03, 2011
Desa Pringombo Kecamatan Tempuran Menuju Desa Sehat
Sebelum ada program PAMSIMAS, 60 KK dari 171 KK yang menetap di Desa Pringombo, belum berperilaku hidup bersih dan sehat dalam hal buang air besar.
Desa Pringombo, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, merupakan salah satu desa penerima program PAMSIMAS TA 2010. Secara wilayah Desa Pringombo terbagi dalam 2 dusun dengan jumlah KK seluruhnya adalah 171 KK dan terdiri dari 171 rumah.
Pada awal sebelum dimulainya program PAMSIMAS, dari total 171 KK yang ada di Desa Pringombo, yang mempunyai akses ke jamban saniter baru sebanyak 111 KK (64,9%), sisanya (35,1%) masih buang air besar di kolam lele. Hal ini menunjukkan bahwa 60 KK di Desa Pringombo, belum berperilaku hidup bersih dan sehat dalam hal buang air besar.
Namun setelah program PAMSIMAS hadir di desa ini, dan berdasarkan hasill verifikasi, kini 171 KK atau 100% warga, sudah memiliki jamban yang memenuhi kriteria sehat. Karena itu layak dinobatkan sebagai desa Bebas Buang Air Besar Sembarangan.
Sosialisasi dan promosi kesehatan dikala keinginan untuk mewujudkan desa sehat menjadi penting. Ketika sosialisasi terus dilakukan di dusun-dusun, disertai dengan promosi kesehatan yang dilakukan oleh desa yang terdiri dari kader kesehatan, termasuk bidan desa dan tim kecamatan yang terdiri dari sanitarian puskesmas dan dinkes, maka saat dilakukan kegiatan pemicuan, terhadap masyarakat untuk mengubah perilaku buang air besar sembarangan dan menumbuhkan kebutuhan masyarakat akan jamban, mereka pun akhirnya terpicu dan sadar akan pentingnya kesehatan.
Sang kepala desa, Sulaeman pun sangat berperan aktif untuk mendukung perubahan perilaku hidup bersih sehat ini. Pak kades selalu memotivasi para KK yang belum membangun jamban untuk segera membangun di rumahnya. Karena pengaruh besar pak kades inilah akhirnya masyarakat merasa sungkan dan mau membangun jamban meski dengan desain yang sederhana.
Hasil kerja keras kepala desa terlihat dari progress bulan yang menunjukkan signifikan. Hal ini terlihat dari kartu monitoring yang ditempel di setiap rumah pada Februari minggu III, menunjukkan kepemilikan jamban sudah dimiliki semua rumah, dan semua KK sudah Buang Air Besar di jamban.
Dari verifikasi yang dilakukan sebagai syarat oleh tim verifikasi kecamatan, Kepala Puskesmas Tempuran, Sanitarian, Dinkes, LSM, dibantu Kades, hasilnya, 171 KK atau 100% sudah memiliki jamban. Maka itu layak sebagai desa Bebas Buang Air Besar Sembarangan.
Akhirnya pada Februari 2011 lalu, Desa Pringombo mendeklarasikan diri sebagai desa yang telah bebas buang air besar sembarangan tempat, yang ditandai dengan penandatangan prasasti oleh Camat Tempuran, Darmono. S.Sos. Pelaksanaan program PAMSIMAS terutama dalam meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada masyarakat dapat dikatakan berhasil. Semua hasil yang telah dicapai tidak terlepas dari peran serta aktif seluruh elemen masyarakat Desa Pringombo dalam merencanakan, melaksanakan dan memonitor kegiatan Program PAMSIMAS. Ini diamini oleh Pak Kades, bersama tim fasilitator dan LKM Pringombo, sebagai lembaga yang memfasilitasi kepentingan masyarakat Desa Pringombo. Bidan desa, Kader Posyandu tiap dusun dan Sanitarian Puskesmas Tempuran, memberikan penyuluhan kesehatan, serta senantiasa mengajak masyarakat, untuk mau meninggalkan kebiasaan buang air besar di sembarang tempat. (Agus Surono-HHs DMAC Kab. Magelang, Poetoet Harijanto- HHs PMAC; Rita) |
Kamis, Juli 28, 2011
Gerakan Membangun Kesadaran Total Stop Buang Air Besar Sembarangan
Bagi mereka STBM banyak aying warna dalam mengisi aktifitas kedinasan. Rupanya tidak salah jika ketua TKK “Ir Tiwa Sukrianto MS” menerapkan strategi keteladanan dalam membangun kesadaran masyarakat STOP BABS. PaK Kuwu Ma’sum dan laskarnya tidak pernah buntu dengan model pendekatan, seribu satu lebih cara dijajagi untuk mewujudkan angan-angannya agar masyarakatnya terbebas dari kebiasaan buruk buang air besar sembarangan. Kemampuannya dibidang dakwah dan kepiawaiannya dalam menguasai teknologi computer menjadi pelengkap dalam memadukan strategi pemicuan. Tidak jarang selama kurang lebih 2 bulan beliau bergerilya dari satu wilayah dusun ke dusun berikutnya untuk kampaye sanitasi. Pulang larut malam baginya tidaklah asing, sang istripun tetap tersenyum demi membakar semangat dan angan-angannya agar menjadi kenyataan.
Sepenggal kisah di atas menggambarkan bahwa semangat dan tidak mudah menyerah pada tantangan merupakan pembelajaran berharga yang bisa kami petik. Suatu waktu Pak Kuwu masum pernah didamprat dengan kata-kata pedas tokoh masyarakat, begini ceritanya; ketika menyemangati masyarakat yang sedang bergotong royong membangun jamban tiba-tiba seseorang dengan lantangnya berkata “mun pak Kuwu teu bisa nyuksesken ieu program kalayan teu bisa ngarobah masyarakat di lingkungan padumukan pak Kuwu sorangan, leuwih hade kaluar ti ieu dusun” (kalau pak Kuwu tidak bisa mengajak masyarakat untuk berubah dan mensukseskan program di tempat tinggal pak Kuwu sendiri lebih baik pindah dari dusun tempat tinggalnya”.
Perkataannya pedas tapi di balik itu ada pesan mendalam yang membuat pak Kuwu lebih terdorong untuk terus dan terus berkarya demi kemajuan masyarakat di desanya terutama dalam program STBM. Hari berganti bulan, akhirnya selama 3 bulan masa penantian angan-angan itu menjadi kenyataan. Sukses desa margaharja menjadi inspirasi Pak Camat Yoyo untuk mengembangkan program ke desa-desa lainnya di wilayah Kecamatan Sukadana.
Minggon kecamatan menjadi momen tepat bagi Pak camat untuk menyampaikan ide dalam mensukseskan program STBM. Perang terhadap kebiasaan buang hajat sembarangan mulai digenderangkan. Sasaran utamanya adalah para pemimpin desa (KUWU dan perangkatnya, BPD, LPM, MUI serta tokoh masyarakat dan PKK). Gayung bersambut para kepala desa di luar desa Margaharja mulai unjuk keberanian dengan menyatakan “Kuring oge sanggup siga Margaharja, maenya batur bisa urang teu bisa” demikian para Kuwu beretorika, terutama pak Kuwu Suyud dari Desa Sukadana.
Memasuki akhir tri wulan II, tepatnya bulan Maret 2010, Kami dari Kabupaten (dr Pupung, Casuli, Agus, Yaya, Kocim, Ii, Pera dan Yuli) mendapat undangan untuk memberikan pemicuan ke beberapa lapisan masyarakat di Aula Bale Desa Sukadana. Tentunya kehadiran kami didampingi pak Camat Yoyo. Perdebatan paska kampaye menjadi semakin seru ketika ada sekelompok orang tidak meyakini akan keberhasilan program ini. Lagi-lagi pak Kuwu Suyud berusaha meyakinkan bahwa program ini akan berhasil dengan catatan punya semangat dan aksi nyata. Dua minggu kemudian kami mendapat undangan untuk melakukan verifikasi data di lapangan, namun aying seribu aying tim masih menemukan sebagian kecil masyarakat yang masih “DOLONG” (buang air besar di kolam). Kondisi ini menjadi pemicu tim kerja desa untuk terus melakukan kampaye sanitasi STOP BABS. Dibantu dengan Paguyuban Desa Siaga, lambat laun akhirnya terjadi perubahan. Bertepatan dengan tanggal 26 Mei 2010, setelah dilakukan verifikasi tim Kabupaten dan Tim Propinsi, Desa Sukadana Kecamatan Sukadana dinyatakan sebagai Desa kedua di Kecamatan Sukadana sebagai Desa ODF.
Keberhasilan gerakan sanitasi total berbasis masyarakat ini mendorong Desa Margajaya, Desa Ciparigi, Desa Salakaria dan Desa Bunter untuk mengikuti jejak keberhasilan desa tetangganya. Masih pada bulan yang sama di tahun 2010, Desa Margajaya dan Desa Salakaria menyusul menyandang status Desa ODF. Si bungsu Desa Bunter dan Desa Ciparigi terus berlomba. Kondisi ini mendorong Pak Camat untuk terus melakukan pemicuan. Keteladanan dan jalinan kerjasama tim Kecamatan yang baik menjadi bagian penting keberhasilan STBM di Wilayah Kecamatan Sukadana.
Sepenggal kisah duka pernah menimpa arjuna sanitasi “Karnen Haryadi” di kala harus keliling melakukan monitoring proses aktualisasi perubahan STOP BABS, hujan pun turun disertai badai kecil, sehingga menenggelamkan sebagian jalan desa. Tiba-tiba door, ban sepeda motornya pecah. Kring HP Ketua DPMU pun bunyi, “pak punten abi Karnen, antos ban bitu”. Sedih memang mendengarnya, tapi itu tidak berlangsung lama karena setengah jam kemudian pak Karnen pun sudah kembali bergabung dengan tim. Semua rasa letih dan duka, kini menjadi sirna karena pada bulan Juni 2010 seluruh desa di wilayah Kecamatan Sukadana dinyatakan sebagai DESA ODF (8040 KK/22619 jiwa).
Kini Kecamatan Sukadana menyandang Kecamatan pertama di Bumi Tatar Galuh Ciamis sebagai Kecamatan ODF, bahkan mungkin di JAWA BARAT. Amin. Hanya baru untaian ucapan terima kasih, semoga pihak pemerintah daerah segera mendeklarasikan status Kecamatan ODF. Sabar Pak…..
Masih banyak penggalan kisah yang ingin kami muat, tapi aying, kami harus menyiapkan bahan untuk Rakor STBM. Selamat Kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu mensukseskan dan mempublikasikan kegiatan STBM Kab Ciamis.
Oleh Casuli, SKM
Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis
Selasa, Juli 26, 2011
Ketika Sanitasi Bicara Angka
Seringkali kita tidak sadar bahwa kondisi sanitasi kita demikian buruk. Bukan karena kondisi itu tidak ada di sekitar kita, tetapi sebaliknya justru probem-problem itu begitu dekat dengan kita. Angka-angka berikut barangkali dapat membantu kita untuk menyadari bahwa persoalan yang membelit sektor sanitasi bukan persoalan kecil.
56 triliun rupiah adalah jumlah uang terbuang sia-sia setiap tahun akibat kondisi sanitasi yang buruk di Indonesia. Angka ini jelas sangat besar: setara dengan 2,3% PDB; setara dengan biaya membangun 12-15 juta unit toilet dengan tangki septik yang layak; atau sekitar 25% anggaran pendidikan nasional per setahun. Celakanya, kerugian ekonomi dan finansial itu harus ditanggung pemerintah dan masyarakat. Menurut studi Bank Dunia, kerugian tersebut bisa dikurangi jika kondisi sanitasi diperbaiki.
47.000 rupiah adalah investasi per kapita yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi sanitasi, melalui: pengurangan 6-19% biaya kesehatan dan peningkatan 34-79% jumlah waktu produktif. Dengan jumlah penduduk 220 juta, angka investasi akan mencapai 11 triliun rupiah per tahun. Tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan pengeluaran untuk biaya telepon selular yang mencapai sedikitnya 35 triliun per tahun (180 juta pelanggan; 15 ribu per bulan per pelanggan).
40 triliun rupiah per tahun merupakan jumlah uang yang bisa dihemat oleh pemerintah dan masyarakat jika kondisi sanitasi diperbaiki. Sebaliknya, jika investasi tidak segera dilakukan, kerugian ekonomi yang harus ditanggung akan semakin naik seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang mencapai 2,8 juta per tahun.
24,8% penduduk atau lebih dari 60 juta orang masih BAB sembarangan alias tidak menggunakan jamban atau toilet untuk menunaikan “hajat besar” mereka. Dahsyat sekali mengingat jumlah itu setara dengan seluruh penduduk Inggris, atau Prancis, atau Italia. Sulit membayangkan seluruh penduduk di negara-negara maju itu rame-rame BAB sembarangan. Bahkan, kalau memperhitungkan ada-tidaknya tangki septic dan kualitasnya, maka jumlah penduduk yang BAB sembarangan mencapai 51% atau lebih dari 110 juta orang.
6,4 juta ton dan 64 juta meter kubik adalah produksi tinja dan urin per tahun. Kalau 51% penduduk masih digolongkan BAB sembarangan, berarti 3,2 juta ton tinja dan 32 juta meter kubik urin per tahun dibuang sembarangan: mencemari sungai, sumber air, selokan, pelataran, dan sebagainya. Atau tiap hari kita mencemari lingkungan dengan tinja seberat 8.700 gajah dan urin sebanyak volume 21 Danau Toba. (Percik Edisi khusus PPSP)
Sulitnya Menjadi Penyuluh Sanitasi Di Desa
Salah satu daerah pesisir ini adalah Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Lembata terus berbenah menggerakkan kesadaran masyarakat dan mengubah perilaku menjadi lebih sehat. Pemerintah daerah setempat menargetkan 30 desa menjalani perilaku hidup bersih sehat melalui
program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), pada 2012 nanti.
LSM, pemerintah daerah, puskesmas, dan sanitarian sebagai fasilitator berkolaborasi untuk menjalani program ini. Fasilitator datang ke desa membawa enam pesan STBM. Lima pesan yang diterapkan skala nasional adalah mengajak masyarakat tidak buang air besar sembarangan (BABS), cuci tangan pakai sabun (CTPS), mengelola limbah rumah tangga, mengelola air minum, dan mengelola limbah cair. Satu lagi pilar dalam konteks lokal Lembata, pengasingan ternak dari rumah tempat tinggal.
Emerensia Benidau Amd Kesling (28), perempuan kelahiran Lembata, memilih terlibat dalam program ini sebagai sanitarian. Setelah menyelesaikan pendidikan D-3 Kesehatan Lingkungan di Yogyakarta, perempuan yang akrab dipanggil Erni ini memutuskan kembali ke Lembata, kampung halamannya.
Erni bekerja di puskesmas Waipukang, ibukota kecamatan Ile Ape, kabupaten Lembata, NTT. Sejak 2006 lalu, ibu yang tengah hamil anak kedua ini resmi diangkat sebagai pegawai negeri sipil di Lembata, sebagai sanitarian.
"Sejak lama saya ingin bekerja di bidang kesehatan. Apalagi di sini, banyak program yang dijalankan namun tenaga tidak ada. Satu orang di puskesmas bisa mengerjakan dua atau tiga program. Mama yang menjadi perawat di puskesmas di kecamatan lain, menjadi pemicu saya untuk bekerja di kesehatan," tutur Erni kepada Kompas Female, seusai peresmian desa total sanitasi di Watodiri, Ile Ape, Lembata, NTT, Sabtu (16/4/2011) lalu.
Sebagai sanitarian, Erni bersentuhan langsung dengan masyarakat memberikan penyadaran perilaku hidup sehat, melalui program STBM. Tidak mudah baginya mengubah perilaku masyarakat untuk hidup lebih sehat. Butuh proses untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya kesehatan serta mengidentifikasi persoalan di desa. "Masyarakat perlu diberitahukan pelan-pelan mengenai lima pilar STBM, agar mereka memahami dan mau mengubah perilaku," jelasnya.
Bagi Erni, tantangan terbesar menjadi sanitarian di pedesaan adalah berhadapan dengan para orangtua. Para generasi pendahulu ini sudah terbiasa hidup dengan pola tak sehat, seperti buang air besar sembarangan. Saat sanitarian masuk desa untuk memberikan pemicuan dan penyuluhan untuk perubahan perilaku, tak sedikit orangtua yang tersinggung.
"Orangtua merasa malu dan tersinggung. Rasa malu muncul karena soal WC saja mereka harus diatur orang lain. Banyak warga yang memiliki rumah layak tetapi tidak punya jamban. Hal mendasar ini belum disadari para orangtua, inilah yang membuat mereka malu dan tersinggung," jelas Erni, menambahkan rasa malu inilah juga yang mendorong orangtua mengubah perilakunya agar lebih sehat lagi.
Mengambil hati orangtua menjadi tantangan bagi sanitarian desa seperti Erni. Meski begitu, sanitarian selalu punya cara menyampaikan maksudnya. Alhasil, kini 133 rumah tangga di Watodiri dan 75 rumah tangga di Lamaau, Ile Ape Timur, sudah bebas BABS. Dua desa inilah yang menjadi area kerja Erni. Warga di dua desa total sanitasi ini membangun jamban atas kesadaran dan biaya sendiri. Perilaku masyarakat mulai berubah lebih sehat berkat dorongan fasilitator, termasuk sanitarian.
"Perubahan perilaku ini merupakan langkah besar bagi warga terutama para orangtua. Saat menjalani pemicuan, tak sedikit dari para orangtua ini yang menangis. Mengingat kebiasaan lama yang mereka lakukan menimbulkan rasa malu. Kemudian mereka pelan-pelan mengubah perilaku," jelasnya.
Sanitarian punya peran dalam pemicuan, kata Erni. Namun, lanjutnya, kepala desa punya peran jauh lebih besar. Keberhasilan desa menjalani perilaku hidup sehat tergantung kepada upaya kepala desa.
"Petugas sanitasi datang memberikan dorongan, namun bapak desa yang lebih sering berhadapan dengan warga desa. Bapak desa perlu terus-menerus berbicara dan memberikan motivasi. Jika kepala desa mati angin, percuma saja program pemicuan perubahan perilaku hidup sehat di desa," tambahnya.
Saat ini, ada 16 desa di Ile Ape. Sekitar delapan desa sudah mengikuti pemicuan sejak 2008. Namun hanya Watodiri yang sudah resmi mencanangkan desanya sebagai desa total sanitasi (STBM).
"Ukuran sederhananya adalah kepemilikan jamban. Di Watodiri, semua rumah sudah memiliki jamban. Sedangkan di desa lain masih ada belasan rumah yang belum memiliki jamban," jelas Erni, yang bersuamikan pria asal Ile Ape.