Akses sanitasi .
Sebagian besar rumah tangga Di Jawa Tengah menggunakan fasilitas buang air besar milik sendiri. Namun, masih terdapat 25,4% yang tidak memakai fasilitas buang air besar (Riset Kesehatan Daerah Departemen Kesehatan 2007). Hal ini menunjukkan mereka masih berperilaku buang air besar di sembarang tempat seperti sungai, kolam, kebun dan tempat terbuka.
Kenyataan lain , praktik sanitasi masyarakat masih memprihatinkan, perilaku cuci tangan pakai sabun yaitu setelah buang air besar,sebesar 12 persen; setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9 persen;sebelum makan 14 persen;sebelum memberi makan bayi 7 persen dan sebelum menyiapkan makanan 6 persen.
Kenyataan tersebut berkontribusi terhadap peningkatan kasus Diare bahkan terjadi kejadian luar biasa. Hasil studi WHO tahun 2007 membuktikan bahwa kejadian Diare dapat menurun sebesar 32 persen dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar 45 persen dengan perilaku cuci tangan pakai sabun, 39 persen perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Integrasi ketiga upaya tersebut dapat menurunkan angka kejadian Diare sebesar 94 persen.
Pendekatan CLTS
Belajar dari masa lalu dalam program sanitasi menunjukkan bahwa pendekatan dengan memberikan subsidi fisik kurang mempunyai daya ungkit dalam meningkatkan demand masyarakat untuk cakupan sanitasi dan perubahan perilaku. Oleh karena itu Pemerintah telah mengembangkan pendekatan sanitasi melalui Community Led Total Sanitation (CLTS). Pendekatan CLTS ini memfasilitasi pemberdayaan masyarakat untuk melakukan analisis keadaan dan risiko pencemaran lingkungan. Pendekatan ini mengutamakan penghentian buang air besar atau ngising di tempat terbuka, membangun dan menggunakan jamban tanpa subsidi. Kegiatan ini telah dilakukan di Jawa Tengah melalui Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di 30 Kabupaten dan Kota (Kecuali Kota Tegal,Surakarta, Magelang, Salatiga dan kabupaten Jepara). Masyarakat lokasi program Pamsimas didampingi oleh fasilitator masyarakat melakukan peningkatan kapasitas/kemampuan masyarakat dalam memutuskan, merencanakan, melaksanakan dan mengelola kegiatannya dengan berperan secara aktif dalam setiap keputusan yang diambil. Fasilitator ini mempunyai tugas pokok memfasilitasi kegiatan penilaian, analisis dan penyusunan rencana kerja masyarakat sebagai bagian rencana pembangunan jangka menengah program air minum, kesehatan dan sanitasi (ProAKSI). CLTS sebagai bagian dari komponen peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat dan layanan hygiene dan sanitasi menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan bersama dengan masyarakat dalam upaya promosi kesehatan dan penyadaran perubahan perilaku hidup bersih dan sehat.
Proses CLTS dilakukan dengan pemicuan terhadap rasa jijik, rasa malu, rasa takut sakit, rasa berdosa dan rasa tanggungjawab yang berkaitan dengan buang air besar di sembarang tempat, masyarakat diajak jalan – jalan berkeliling wilayah desanya untuk mengetahui kebiasaan buang air besar di sembarang tempat, menawarkan air yang tercemar tinja, pemicuan ini menghasilkan komitmen masyarakat untuk bebas dari tinja yang berserakan terutama di sungai, kebun, kolam atau berkomitmen untuk perubahan perilaku buang air besar di sembarang tempat.
Kunci keberhasilan CLTS
CLTS bertujuan untuk perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Pelaku pemicuan menjadi lebih percaya bahwa semiskin apapun masyarakat ternyata memilki kemampuan membangun jamban.
1. Masyarakat yang telah terpicu melakukan gerakan masyarakat untuk meningkatkan akses sanitasi dengan melakukan deklarasi stop buang air besar di sembarang tempat, masyarakat membuktikan mampu melakukan pembangunan jamban tanpa subsidi. Pemicuan yang paling efektif disampaikan kepada ibu – ibu dan anak – anak sekolah
2. Fasilitator, keberadaan di tengah – tengah masyarakat, kemauan dan kemampuan dalam mendampingi masyarakat, mendorong peran masyarakat, bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan selalu memonitor perubahan perilaku buang air besar di sembarang tempat bekerja sama dengan kader, Puskesmas (dokter, sanitarian,bidan) dan aparat pemerintah di desa/kecamatan.
3. Natural leader (kumpulan individu yang mendapat kepercayaan dan memiliki pengaruh di masyarakat), mereka akan selalu aktif dalam pendampingan dan pemicuan di masyarakat memberikan motivasi kepada masyarakat termasuk lembaga keswadayaan masyarakat atau forum kesehatan desa/FKD.
4. Institusionalisasi CLTS, yaitu menjadikan CLTS sebagai bagian dari program resmi pemerintah, karena pemerintah merupakan institusi yang memiliki kewenangan mencakup wilayahnya.
Sebagian besar rumah tangga Di Jawa Tengah menggunakan fasilitas buang air besar milik sendiri. Namun, masih terdapat 25,4% yang tidak memakai fasilitas buang air besar (Riset Kesehatan Daerah Departemen Kesehatan 2007). Hal ini menunjukkan mereka masih berperilaku buang air besar di sembarang tempat seperti sungai, kolam, kebun dan tempat terbuka.
Kenyataan lain , praktik sanitasi masyarakat masih memprihatinkan, perilaku cuci tangan pakai sabun yaitu setelah buang air besar,sebesar 12 persen; setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9 persen;sebelum makan 14 persen;sebelum memberi makan bayi 7 persen dan sebelum menyiapkan makanan 6 persen.
Kenyataan tersebut berkontribusi terhadap peningkatan kasus Diare bahkan terjadi kejadian luar biasa. Hasil studi WHO tahun 2007 membuktikan bahwa kejadian Diare dapat menurun sebesar 32 persen dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar 45 persen dengan perilaku cuci tangan pakai sabun, 39 persen perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Integrasi ketiga upaya tersebut dapat menurunkan angka kejadian Diare sebesar 94 persen.
Pendekatan CLTS
Belajar dari masa lalu dalam program sanitasi menunjukkan bahwa pendekatan dengan memberikan subsidi fisik kurang mempunyai daya ungkit dalam meningkatkan demand masyarakat untuk cakupan sanitasi dan perubahan perilaku. Oleh karena itu Pemerintah telah mengembangkan pendekatan sanitasi melalui Community Led Total Sanitation (CLTS). Pendekatan CLTS ini memfasilitasi pemberdayaan masyarakat untuk melakukan analisis keadaan dan risiko pencemaran lingkungan. Pendekatan ini mengutamakan penghentian buang air besar atau ngising di tempat terbuka, membangun dan menggunakan jamban tanpa subsidi. Kegiatan ini telah dilakukan di Jawa Tengah melalui Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di 30 Kabupaten dan Kota (Kecuali Kota Tegal,Surakarta, Magelang, Salatiga dan kabupaten Jepara). Masyarakat lokasi program Pamsimas didampingi oleh fasilitator masyarakat melakukan peningkatan kapasitas/kemampuan masyarakat dalam memutuskan, merencanakan, melaksanakan dan mengelola kegiatannya dengan berperan secara aktif dalam setiap keputusan yang diambil. Fasilitator ini mempunyai tugas pokok memfasilitasi kegiatan penilaian, analisis dan penyusunan rencana kerja masyarakat sebagai bagian rencana pembangunan jangka menengah program air minum, kesehatan dan sanitasi (ProAKSI). CLTS sebagai bagian dari komponen peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat dan layanan hygiene dan sanitasi menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan bersama dengan masyarakat dalam upaya promosi kesehatan dan penyadaran perubahan perilaku hidup bersih dan sehat.
Proses CLTS dilakukan dengan pemicuan terhadap rasa jijik, rasa malu, rasa takut sakit, rasa berdosa dan rasa tanggungjawab yang berkaitan dengan buang air besar di sembarang tempat, masyarakat diajak jalan – jalan berkeliling wilayah desanya untuk mengetahui kebiasaan buang air besar di sembarang tempat, menawarkan air yang tercemar tinja, pemicuan ini menghasilkan komitmen masyarakat untuk bebas dari tinja yang berserakan terutama di sungai, kebun, kolam atau berkomitmen untuk perubahan perilaku buang air besar di sembarang tempat.
Kunci keberhasilan CLTS
CLTS bertujuan untuk perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Pelaku pemicuan menjadi lebih percaya bahwa semiskin apapun masyarakat ternyata memilki kemampuan membangun jamban.
1. Masyarakat yang telah terpicu melakukan gerakan masyarakat untuk meningkatkan akses sanitasi dengan melakukan deklarasi stop buang air besar di sembarang tempat, masyarakat membuktikan mampu melakukan pembangunan jamban tanpa subsidi. Pemicuan yang paling efektif disampaikan kepada ibu – ibu dan anak – anak sekolah
2. Fasilitator, keberadaan di tengah – tengah masyarakat, kemauan dan kemampuan dalam mendampingi masyarakat, mendorong peran masyarakat, bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan selalu memonitor perubahan perilaku buang air besar di sembarang tempat bekerja sama dengan kader, Puskesmas (dokter, sanitarian,bidan) dan aparat pemerintah di desa/kecamatan.
3. Natural leader (kumpulan individu yang mendapat kepercayaan dan memiliki pengaruh di masyarakat), mereka akan selalu aktif dalam pendampingan dan pemicuan di masyarakat memberikan motivasi kepada masyarakat termasuk lembaga keswadayaan masyarakat atau forum kesehatan desa/FKD.
4. Institusionalisasi CLTS, yaitu menjadikan CLTS sebagai bagian dari program resmi pemerintah, karena pemerintah merupakan institusi yang memiliki kewenangan mencakup wilayahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar