Untuk pertama kalinya, Lokakarya Regional CLTS se-Asia Tenggara dan Pasifik diselenggarakan di Kamboja pada tanggal 10-14 November 2009, di hotel Sunway, Phnom Penh. Lokakarya ini ditujukan untuk memetakan, meninjau dan mengembangkan penerapan pendekatan CLTS di Asia Tenggara dan pasifik. Melalui lokakarya tersebut diharapkan terjadi pertukaran informasi antar negara terkait dengan penerapan CLTS, pencapaiannya, tantangan yang dihadapi, pembelajaran dan strategi yang akan dikembangkan masing-masing negara untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Lokakarya ini melibatkan peserta dari 9 negara, yaitu Kamboja, Indonesia, Laos, Myanmar, Papua New Guinea, Filipina, Timor Lesta, Viet Nam, dan India. Selain itu, beberapa organisasi pendukung CLTS dari Institute of Development Studies (IDS), Uncief, ADB, Plan International, WSP EAP, Swiss Red Cross, Lien Aid, WaterAid Asutralia, dan SNV turut berpartisipasi pada lokakarya dimaksud. Total peserta yang berpartisipasi pada lokakarya tersebut adalah 56 peserta.Peserta dari berbagai negara dan organisasi pendukung dijadwalkan untuk hadir mulai tanggal 9 November untuk mengikuti penerimaan secara resmi oleh pemerintah Kamboja, yang diwakili oleh Menteri Pembangunan Perdesaan (Rural Development) Kamboja, His Excellency Chea Sophara. Pada tanggal 10 November, Lokakarya dimulai dengan upacara pembukaan yang diawali dengan sambutan selamat datang oleh Dr. Chea Samnang, Direktur Rural Health Care, dari Kementrian Rural Development Kamboja, yang kemudian dilanjutkan oleh Profesor Robert Chambers (IDS), Dr. Kamal Kar, Isabelle Austin (Deputy Representative Unicef Kamboja), dan arahan sekaligus pembukaan oleh Dr. Chea Sophara.
Acara kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai agenda keseluruhan lokakarya oleh Dr. Chea Samnang yang diikuti oleh diskusi mengenai tujuan, aturan lokakarya, dan harapan dari peserta lokakarya oleh Profesor Robert Chambers dan Dr. Kamal Kar. Pada hari pertama dan kedua, fokus dari lokakarya ditujukan pada pembahasan mengenai status pelaksanaan CLTS, pencapaian, tantangan dan pembelajaran, serta hal-hal yang perlu diketahui dari masing-masing negara.
Untuk menjamin partisipasi dari seluruh peserta, maka pada lokakarya tersebut tidak diperbolehkan presentasi formal dalam bentuk power point. Peserta diminta untuk mengembangkan materi presentasi dalam bentuk filp chart yang telah disediakan oleh panitia. Peserta benar-benar diarahkan untuk berdiskusi secara aktif dan mempresentasikan hasil diskusi kepada seluruh peserta lokakarya yang kemudian diikuti oleh diskusi.
Pada sesi mengenai tinjauan status CLTS tersebut, Indonesia merupakan negara dengan pengalaman penerapan CLTS yang sangat komprehensif, bahkan dibandingkan dengan India sebagai salah satu negara yang dikunjungi oleh delegasi Indonesia pada tahun 2004 terkait studi mengenai pelaksanaan CLTS. Terkait dengan pengalaman di Indonesia, pada paruh pertama hari kedua tim delegasi Indonesia memaparkan mengenai sejarah penerapan CLTS di Indonesia dari mulai masuk sampai pada pengembangan konsep Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), pencapaiannya sampai pada saat ini, faktor yang mendukung pelaksanaan CLTS di Indonesia, tantangan dan pembelajaran, serta beberapa hal yang perlu diketahui. Dari presentasi berbagai negara tersebut, pengalaman Indonesia menjadi sorotan utama dalam sesi tersebut. Pemaparan mengenai faktor yang mendukung pelaksanaan CLTS di Indonesia menjadi fokus dari pertanyaan oleh seluruh peserta lokakarya. Disebutkan, bahwa beberapa faktor utama pendukung penerapan CLTS di Indonesia meliputi keberadaan regulasi, komitmen pemerintah, keberadaan Kelompok Kerja AMPL (Pokja AMPL), kemitraan dengan para pemangku kepentingan, dan keberadaan champion. Dari pertukaran informasi yang dilakukan pada sesi tersebut, banyak negara masih belum mempunyai kebijakan ataupun regulasi yang menjadi payung penerapan CLTS. Selain itu, peralihan pendekatan pembangunan dari berbasis subsidi menjadi non subsidi merupakan tantangan yang paling berat, baik pada tingkat pemerintah maupun masyarakat.
Masih pada hari kedua, sesi presentasi mengenai tinjauan status dan pencapaian masing-masing negara kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai beberapa studi mengenai CLTS yang terdiri dari beberapa topik, yaitu sanitation marketing, pembiayaan CLTS, studi dampak penerapan CLTS di kawasan sungai Mekong dan studi dampak penerapan CLTS di tiga negara. Pada sesi tersebut, metode yang digunakan adalah metode round robin dimana peserta hanya diperbolehkan untuk memilih 2 topik saja. Dengan demikian, maka masing-masing tim delegasi harus membagi anggotanya untuk memastikan didapatkannya informasi mengenai keseluruhan topik. Topik sanitation marketing merupakan topik yang paling hangat diperdebatkan. Topik tersebut masih dipahami oleh sebagian peserta overlap dengan pendekatan CLTS. Hal ini khususnya disuarakan oleh para penganut CLTS murni yang masih berpegang teguh pada konsep awal CLTS yang menyarankan tidak adanya pilihan informasi dalam penerapan CLTS. Diharapkan untuk rencana yang akan datang, topik Sanitation Marketing dapat dilokakaryakan secara khusus, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang mendalam mengenai topik tersebut. Acara pada hari kedua diakhiri dengan diskusi persiapan kunjungan lapangan yang akan dilaksanakan pada hari ketiga.Pada hari ketiga, kunjungan lapangan dibagi kedalam 4 tema besar, yaitu kunjungan ke desa ODF yang kembali ke status open defecation (OD), desa yang masih dalam status OD, desa yang telah menerapkan sanitation marketing, dan desa yang telah mencapai status ODF. Peserta dibagi kedalam 6 kelompok., dimana masing-masing kelompok akan mengunjungi dua jenis desa. Tim Indonesia membagi anggotanya ke dalam kelompok yang mengunjungi desa OD dan desa yang pernah mencapai status ODF namun kembali ke status OD, serta kelompok yang mengunjungi desa yang menerapkan sanitation marketing dan desa dengan status ODF. Dengan demikian semua tema terwakili. Khususnya kelompok yang melakukan kunjungan ke desa dengan status OD, maka pada kesempatan tersebut juga dilaksanakan pemicuan. Dari dua desa yang dipicu, lebih dari 50% penduduknya setuju untuk merubah perilakunya dan segera membangun jamban.Hasil dari kunjungan lapangan kemudian dibahas secara khusus pada hari keempat. Masing-masing kelompok diminta untuk menyusun sebuah presentasi singkat mengenai temuan di lapangan. Secara umum, temuan yang menjadi sorotan utama peserta adalah pada kriteria penentuan status desa ODF, pendampingan paska ODF, pilihan informasi dan penerapan sanitation marketing. Masih pada hari yang sama, sebagai lanjutan dari pembahasan hasil kunjungan lapangan, peserta kemudian dibagi kembali ke dalam kelompok berdasarkan negara untuk merefelksikan hasil yang didapat selama ini dan merumuskan kembali hal-hal yang masih perlu diketahui untuk pengembangan pelaksanaan CLTS di negara masing-masing. Secara umum, topik atau isu yang masih muncul sampai pada sesi ini adalah pelibatan pemerintah dalam penerapan CLTS. Selain itu, isu utama lainnya adalah mengenai kualitas fasilitator. Dengan teridentifikasinya beberapa isu utama, maka sesi berikutnya ditujukan untuk membahas mengenai isu tersebut dengan metode world café, dimana masing-masing topik akan difasilitasi oleh narasumber dan peserta mendapatkan kesempatan untuk berkonsultasi untuk setiap topiknya secara bergiliran (semi round robin). Untuk topik pelibatan pemerintah dalam penerapan CLTS, narasumber utama yang ditunjuk adalah Oswar Mungkasa, dari delegasi Indonesia. Pada kesempatan tersebut, delegasi dari Timor Leste, Kamboja, dan Myanmar membahasa mengenai strategi untu melibatkan pemerintah dalam pelaksanaan CLTS dan adanya kemungkinan untuk kunjungan studi banding dari ketiga negara tersebut ke Indonesia. Kunjungan antara negara ini menjadi salah satu keluaran dari lokakarya sebagai salah satu alternatif untuk mengembangkan pelaksanaan CLTS di negara-negara yang masih terhitung baru dalam melaksanaan CLTS. Pembelajaran dari negara lain akan menghindarkan dari masalah-masalah yang sebelumnya dihadapi oleh negara-negara seperti Indonesia dan India.Pada hari terakhir, fokus lokakarya ditujukan pada pengembangan strategi masing-masing negara terkait dengan penerapan CLTS. Untuk Negara Indonesia, terdapat beberapa hal penting yang akan dilaksanakan sehubungan dengan percepatan pembangunan sanitasi 5 tahun kedepan. Secara umum, Indonesia akan mendukung pencapaian target nasional sanitasi yaitu Indonesia bebas dari buang air besar sembarangan. Terkait dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang akan dilaksanakan, antara lain (i) penguatan sekretariat STBM; (ii) pemetaan kelembagaan (termasuk regulasi dan sumber daya); (iii) pengembangan rencana aksi 2010-2014; (iv) peninjauan dan pengembangan pedoman dan kriteria STBM; (v) training of trainers (TOT) secara berjenjang (provinsi dan kabupaten/kota; (vi) pengembangan rencana strategis AMPL dan peta jalan sanitasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota; (vii) implementasi; dan (viii) pemantauan dan evaluasi.Acara kemudian dilanjutkan dengan dengan presentasi masing-masing negara mengenai strategi yang telah dikembangkan dan kemudian dilanjutkan dengan acara penutupan secara resmi oleh Secretary of State of The Ministry of Rural Development His Excellency Sao Chivioan. sumber:ampl.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar