Sabtu, Mei 15, 2010

TAWIN "SULE" TERPICU UNTUK STOP BABS




"Kata orang kebersihan itu sebagian dari iman, tetapi mengapa di desa saya banyak orang yang masih buang air besar di sungai dan waktu sebelum nikah saya dan istri saya berjanji bahwa dirimu hanya untukku.Tetapi kenyataannya masih ada lelaki maupun perempuan yang buang air besar di sungai dengan bagian tubuhnya yang bisa terlihat oleh orang lain.Ini yang menjadikana saya tergerak untuk berubah perilaku dalam hal buang air besar".

Demikian sekelumit penuturan Tawin , salah seorang peserta pemicuan di Desa Gongseng yang kemudian membuat jamban dalam jangka waktu 3 hari setelah pemicuan. Tawin yang dijuluki ‘Sule” itu menceritakan pengalamannya apa adanya dan diselingi gaya bahasanya yang kental orang pemalang serta membuat suasana lucu ketika dilakukan pemicuan di desanya.

Kebiasaan buang air besar di sungai merupakan pemandangan yang biasa di Desa Gongseng Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang. Sungai pula yang menjadi kebutuhan untuk mandi, cuci dan keperluan untuk air rumah tangga . Sedangkan sumber air tanah jauh dan terbatas sehingga masyarakat desa tersebut harus menempuh hampir 1 Km untuk mendapatkan air bersih.

Namun pada 2009, desa tersebut menjadi lokasi Program PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat). Kegiatanpun berlangsung dari identifikasi masalah yang berhubungan dengan air minum dan perubahan perilaku untuk tidak buang air besar di sembarang tempat. Pelaku di desa adalah masyarakat yang didampingi oleh 3 orang fasilitator masyarakat, bidan desa dan sanitarian Puskesmas.

Salah satu kegiatan di desa adalah pemicuan untuk perubahan perilaku untuk tidak buang air besar di sembarang tempat melalui community led total sanitation (CLTS). Salah satu peserta pemicuan tersebut adalah Tawin, lelaki dua anak ini berkomitmen untuk berubah perilaku dalam jangka waktu 7 hari. Suatu jangka waktu yang paling cepat diantara peserta pemicuan. Dan kenyataannya ternyata Pak Tawin ini bukan 7 hari namun lebih cepat yaitu 3 hari setelah pemicuan, segera dia membuat jamban yang sederhana dengan bahan yang terdapat di sekitar rumah dan yang dipunyai yaitu membuat lubang berbentuk segiempat untuk tempat tinja , kemudian di atasnya dilapisi papan kayu dan diberi lubang untuk jalan masuk tinja. Tidak lupa pula diberi tutup lubang tersebut agar lalat tidak masuk ke tinja. Agar tidak terlihat orang kemudian dibuat rumah atau dinding penutup yang terbuat dari anyaman bambu. Sederhana dan murah namun dapat menghindari lalat membawa tinja yang dapat mengakibatkan pencemaran makanan maupun sakit Diare.

Kebanggaan Tawin itupun berlanjut setelah membuat jamban sederhana, ternyata sebelum dia dan keluarganya memanfaatkan jambannya ,ada tamu tetangganya yang datang dari Jakarta kebingungan mencari jamban ketika akan buang air besar dan jamban Tawin menjadi pilihan tamu tersebut Tawin dengan senang dan bangga mempersilahkan jambannya untuk dipakai. Kata Tawin kita harus memiliki sarana ini biar tidak susah ketika ada tamu yang biasa buang air besar di jamban dan kita tidak malu karena sudah memilikinya.
Anak – anak Tawin yang masih bersekolah di sekolah dasar terkadang saling mengejek karena temannya masih buang air besar di sungai sedangkan dirinya dan keluarganya telah memiliki jamban. Ini pula yang memicu keluarga lain untuk tidak menjadikankan sungai sebagai sarana buang air besar. (disadur dari penuturan Tawin)

2 komentar:

  1. terimakasih atas semuanya yang bapak sumbangkan tentang Pemalang, memang bapak 3 orang ini sangat kreatif dan perlu dicontoh oleh kaum muda .

    BalasHapus
  2. Salam untuk Pak Sule,ajak dan ajak lainnya untuk akses jamban dan berperilaku hidup berih dan sehat.

    BalasHapus