Bupati Lembata mengukuhkan Plan Indonesia Kantor Unit Lembata sebagai I-NGO pertama di Nusa Tenggara yang berhasil mengantarkan 100% dari 7 desa di Kabupaten Lembata memiliki jamban sendiri. Hal ini diperkuat oleh data dari Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (POKJA AMPL) Kabupaten Lembata, sebanyak 1.048 anak dari 2.833 jiwa di 7 desa tersebut tidak lagi BAB (Buang Air Besar) sembarangan.
Ketujuh desa tersebut dinyatakan telah berhasil melaksanakan lima pilar STBM (sanitasi total berbasis masyarakat). “Hari ini kami layak untuk bergembira karena desa kami sekarang sudah mencapai 6 pilar, yaitu 5 pilar STBM dan 1 pilarlokal yaitu tidak ada kotoran ternak dalam kampung”, ujar Drs. Bernadus Boli Hipir, Assisten-2SETDA, yang mewakili Bupati Lembata ketika meresmikan dan menyerahkan sertifikat Desa Total Sanitasi, pada selebrasi desa STBM, di Desa Lerahingga, 15 Maret 2010.
Ketujuh desa tersebut dinyatakan telah berhasil melaksanakan lima pilar STBM (sanitasi total berbasis masyarakat). “Hari ini kami layak untuk bergembira karena desa kami sekarang sudah mencapai 6 pilar, yaitu 5 pilar STBM dan 1 pilarlokal yaitu tidak ada kotoran ternak dalam kampung”, ujar Drs. Bernadus Boli Hipir, Assisten-2SETDA, yang mewakili Bupati Lembata ketika meresmikan dan menyerahkan sertifikat Desa Total Sanitasi, pada selebrasi desa STBM, di Desa Lerahingga, 15 Maret 2010.
Acara ini sekaligus mengukuhkan keberhasilan Plan Indonesia dalam membebaskan sekitar 80 desa yang masyarakatnya masih melakukan BAB sembarangan. Dari 60% desa yang terletak di wilayah Nusa Tenggara, 7 desa dinyatakan berhasil membebaskan kebiasaan buruk masyarakat yang bisa meningkatkan angka kematian anak-anak karena penyakit diare ini. Dua dari tujuh desa tersebut, yaitu Dikesare dan Lamatuka lebih dahulu memenuhi kriteria desa total sanitasi pada tahun 2009, menyusul lima desa lainnya, yaitu Tapolango, Tapobaran, Lerahinga, Lamaau,dan Watodiri memenuhi kriteria desa total sanitasi pada Februari 2010.
Untuk memastikan bahwa suatu desa telah memenuhi kriteria desa total sanitasi, POKJA AMPL (Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan) melakukan monitoring pada desa-desa tersebut. “Kami membentuk kelompok-kelompok kecil (2-3 orang) untuk terjun pada tiap-tiap dusun dari rumah ke rumah. Hasil monitoring ini menjadi dasar kami membuat rekomendasi kepada Bapak Bupati untuk memberikan sertifikat DESA TOTAL SANITASI”, terang salah satu pengurus POKJA-AMPL Kabupaten Lembata Ir. Maria Goreti Meti di sela-sela acara.
Menurut Manajer Plan Indonesia Unit Lembata Sabarrudin, pada awal memulai program menghilangkan BAB sembarangan di 7 desa itu, terdapat sekitar 60 % rumah tangga yang belum memiliki jamban. Mereka adalah keluarga yang biasa melakukan BAB di sembarang tempat atau menumpang WC tetangga. Staff Plan di Lembata dibantu fasilitator yang terdiri dari kader des a, pegawai sanitarian puskesmas dan dinas kesehatan kemudian mengajak masyarakat melakukan transect walk , jalan-jalan keliling desa menelusuri tempat-tempat pembuangan kotoran. Hasil jalan-jalan ini dituangkan dalam sebuah peta sanitasi desa yang berguna memandu masyarakat mengidentifikasi tempat-tempat pembuangan kotoran dan rumah-rumah yang belum memiliki jamban.
Pada setiap desa terdapat panitia sanitasi desa dan panitia sanitasi dusun yang diberikan surat keputusan oleh Kepala Desa. Tugasnya melakukan monitoring dari rumah ke rumah dan mendatangi keluarga untuk melihat progres penyelesaian pembangunan jamban. Panitia ini juga memiliki data progres penyelesaian jamban tiap keluarga. Pendekatan yang dilakukan pada setiap desa memanfaatkan potensi praktek ”GEMOHING”,yaitu praktek gotong royong pada beberapa keluarga (biasanya 5 – 6 keluarga) untuk saling bergiliran membangun jamban, sampai se mua anggota menyelesaikan pembangunan jamban masing-masing. Pada setiap minggu, terdapat 1 atau 2 hari yang ditetapkan sebagai hari Gemohing. Bisa juga lebih dari dua hari tergantung kesepakatn dalam kelompok. Praktek Gemohing bisa juga terjadi dalam kelompok BASIS gereja, atau di tingkat dusun. Pendekatan ini sangat membantu mempercepat proses pengerjaan jamban, dan menolong keluarga tua yang tidak memiliki anggota keluarga dan janda-janda yang ditinggal oleh suaminya merantau mencari kerja.
Perihal dana, pemerintah dan masyarakat sepakat untuk mengalokasikan sebagaian dari dana BLT (Bantuan Langsung Tunai) untuk membeli material dasar membangun jamban (semen, kawat besi beton, kloset, dan pipa paralon), kekurangannya pemerintah desa menggunakan ADD (alokasi dana desa) Rp. 5.000.000. Dengan cara ini, seperti halnya yang terjadi di Desa Lerahinga, 60 % keluarga yang sebelumnya belum memiliki jamban, dalam 3 – 4 bulan bisa memiliki jamban yang layak pakai (septic tank permanen dan kloset leher angsa) dinding bias menggunakan bahan sederhana yaitu yang dibelah) sampai mereka mampu untuk menggantinya dengan bahan semen.
Ada pula pendekatan khusus yang diberlakukan bagi keluarga yang tidak mampu membeli marterial membangun jamban. Misalnya di Desa Dikesare, Kepala Desa membuat aturan untuk meminta semua aparat desa dan kepala dusun memberi sumbangan 1 sak semen untuk keluarga yang tidak mampu, sedangkan untuk pembelian kloset, besi, dan pipa paralon, pemerintah dengan dana ADD memberikan kredit tanpa bunga sebesar Rp. 500.000
perkeluarga yang dikembalikan dengan cara mencicil Rp. 10.000 setiap bulan. Melalui pendekatan tersebut, sepertinya Plan Indonesia di Lembata telah berkontribusi dan membantu pemerintah Indonesia mencapai target 10.000 desa total sanitasi pada 2014, melalui program WASH (Water, Sanitation, and Hygiene ), pendekatan CLTS (Community Led Total Sanitation ) dan memfasilitasi masyarakat untuk praktek hidup bersih dan sehat. (Sabaruddin, PUM Lembata).
Posted by Plan Indonesia
mantab dan bagus banget nich blognya, kunjungan balik ya bro di download ebook gratis =p
BalasHapus