Rabu, Juli 28, 2010

ODF ?? Bertahan, Bergerak naik atau hilang??

oleh : Ratih Hafsari Purwindah, SKM

Seberapa lama perubahan perilaku yang dicapai dalam proyek TSSM dapat dipertahankan?
Apa saja faktor penentu perubahan perilaku masyarakat dalam tangga sanitasi atau mempertahankan posisi setelah sanitasi yang sehat tercapai?
Apakah komunitas yang mencapai ODF dapat terus mengangkat status sanitasi mereka (yakni bergerak naik dalam tangga sanitasi menuju jamban sehat)

Program TSSM mempunyai 3 komponen utama yaitu demand (permintaan), supply (pelayanan pemasaran) dan enabling (kebijakan). Ketiga komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang apabila di masing-masing kabupaten 3 komponen tersebut kuat, ODF (Open defecation Free) dapat cepat tercapai. Program TSSM di Jawa Timur dilaksanakan di 29 kabupaten yang diawali pada bulan November 2007 di 5 kabupaten Batch-1 Region Barat. Salah satunya di Kabupaten Trenggalek. Output dari masa intervensi adalah menghasilkan komunitas ODF di masing-masing kabupaten. Bagaimana ODF bisa terwujud??

ODF bukanlah langkah perubahan yang mudah, tetapi membutuhkan kerjasama multipihak, strategi yang aplikatif dan kesabaran, karena program ini adalah program perubahan perilaku, yang notabene sangat sulit apabila tidak didukung banyak komponen. Hal ini, dapat kita lihat di Kabupaten Trenggalek, dahulu ketika pertama kali program masuk, dinkes sebagai leading sektornya merasa pesimis, apakah bisa sebuah perubahan perilaku dapat terwujud hanya dengan CLTS, dan tanpa subsidi?. Selama 8 bulan pendampingan berbagai upaya dilakukan dari pemicuan komunitas, pertemuan dengan aparat desa (secara informal, yang dilakukan bersamaan dengan monitoring door to door), monitoring dengan melibatkan sanitarian, kasun dan natural leader

Ternyata membuahkan hasil yaitu tepatnya 14 Mei 2008 ada 8 desa ODF. Proses perubahan masyarakat tidak serta merta terjadi setelah dilakukan pemicuan komunitas, tetapi perubahan itu bisa cepat terjadi karena fasilitator menggandeng aparat desa beserta natural leader setempat untuk monitoring rutin setiap sabtu-minggu (terjadi di desa Tumpuk Kecamatan Tugu Kabupaten Trenggalek). Dan kegiatan yang sangat efektif membuat wilayah lain ikut memacu untuk berubah juga, adalah adanya moment Deklarasi 8 desa ODF di Desa Tumpuk.

Selain itu fasilitator juga rajin mengingatkan aparat desa untuk selalu menyelipkan ”himbauan” kepada masyarakat untuk BAB di tempat terpusat di setiap kegiatan apapun yang dilakukan di desa. Apalagi sekarang di setiap pojokan kecamatan terpampang besar papan Baliho Bupati dengan himbauan 5 pilar STBM.

Setelah 1 tahun berjalan, 8 desa ODF masih tetap ODF dikarenakan desa membuat kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Desa (sanksi bagi yang masyarakatnya kembali BAB sembarang tempat).

Peraturan tidak hanya secara formal tetapi juga informal, yakni sanksi sosial dan moral. Contohnya di Desa Winong, ada peraturan hasil kesepakatan bersama, yang menyebutkan kepala desa beserta perangkat siap menjepret siapapun warganya yang BAB sembarang tempat, dan hasil foto akan ditempel di kantor desa. Alhasil sampai Tahun 2010, ODF tetap terjaga.

ODF bukan hanya membangun jamban, tetapi lebih pada perubahan perilaku masyarakat. Perubahan bisa terwujud ketika secara pribadi dan kolektif masyarakat sudah ada kesadaran untuk berubah. Upaya memicu masyarakat utuk berubah membutuhkan strategi dan seni beserta kesabaran. Berubah perilaku butuh upaya keras menyadarkan masyarakat tentang ”mengapa harus berubah dari BAB sembarang tempat ke BAB terpusat dan sehat? Kapan perubahan sebaiknya dilakukan? Apa manfaat dari sebuah perubahan? Siapa saja yang harus berubah?”.
ketika masyarakat sudah dapat menjawab dan memahami sendiri beberapa pertanyaan tersebut, mereka dapat dengan sendirinya bergerak untuk berubah dari OD menjadi ODF atau dari yang ODF (jamban cemplung menjadi jamban septi tank). Pendekatan yang pernah dilakukan oleh fasilitator di Kabupaten Trenggalek untuk merubah perilaku meliputi pendekatan berdasar 3 komponen TSSM yaitu dari sisi demand (dengan melakukan pemicuan, monitoring rutin door to door, melalui promosi di media massa (radar tulungagung), talk interaktif SToPS, mengajak aparat desa dan natural leader untuk monitoring). Supply (sanitarian membantu menjadi mediator antara masyarakat terpicu / yang mau berubah dengan tukang, hal ini terjadi di wilayah sasaran puskesmas Rejowinangun) dan sisi enabling (pendekatan ke penentu kebijakan dari tingkat lokal, kecamatan, sampai kabupaten, selain itu dihitung Cost Benefit efektiveness untuk memicu DPRD dan Bupati).

Setelah 2 tahun intervensi, ODF komunitas terus bertambah. Dan satus ODF lama masih tetap bertahan, karena masyarakatnya sudah merasakan nyamannya memiliki jamban dirumah, contoh ketika dilakukan wawancara di Desa Tumpuk, yakni mbah Supi, Seorang janda tua miskin yang berprofesi sebagai tukang pijat, dia bercerita tidak akan kembali BAB sembarangan lagi karena tidak nyaman digigit nyamuk, harus berlari-lari, kehujanan, gelap kalau malam hari, malu kalau ada tetangga yang melihat. Begitu juga yang dialami masyarakat disana, faktor kenyamanan dan merasakan banyak manfaat dari memiliki sendiri jamban membuat mereka yang awalnya tidak mau dan merasa tidak mampu berubah, sekarang bertahan pada jamban sehat.

Masing-masing desa mempunyai karakteristik dan strategi sendiri, berbeda lagi yang dilakukan di wilayah Puskesmas Rejowinangun, fasilitator membuatkan leaflet tentang jamban murah dan sehat. Dan sejak fasilitator dan tukangnya dilatih, beberapa warganya yang sudah memiliki jamban sederhana memulai untuk improved dengan membuat jamban permanen yang setingkat lebih bagus.

Berdasar informasi dari beberapa penduduk di wilayah kabupaten Trenggalek, kesulitan masyarakat untuk berubah ke jamban sehat selama ini adalah mereka takut harga jamban mahal. Ada juga terdengar mereka bingung bagaimana membuat jamban, bingung mencari tukang dan tidak tahu toko yang menyediakan material yang bisa dijangkau masyarakat.
Sehingga ketika tukang terlatih dan fasilitator membuat leaflet opsi/ pilihan jamban sehat beserta pemberian informasi tukang dan toko, masyarakat mulai terbuka dan berani untuk membuat jamban improved. Masyarakat sangat terbantu dengan gencarnya promosi opsi jamban sehat dan murah yang dilakukan sanitarian beserta tukang terlatih, karena mereka menjadi tahu dan paham pilihan jamban mana yang cocok sesuai dengan kebutuhan dan kantongnya, sehingga masyarakat ekonomi lemah tidak lagi menjadikan alasan biaya untuk tidak mau berubah. Hasilnya, luar biasa!!! Perubahan terasa sedikit lebih cepat, hingga berdasar data PL Dinkes Kabupaten Trenggalek, hingga bulan Maret 2010, total ODF berjumlah 40 desa.sumber stops

Tidak ada komentar:

Posting Komentar