Sabtu, Juli 17, 2010

Temuan Monitoring Otonomi Daerah 2010 Parameter Sanitasi

Written by Jawa Pos Thursday, 15 July 2010.

Parameter sanitasi fokus pada upaya-upaya pemda untuk mendorong perubahan perilaku sanitasi masyarakat dan pencapaian sanitasi total.
Secara operasional, terdapat tiga indikator utama parameter sanitasi.
Pertama, upaya-upaya peningkatan permintaan (demand) sanitasi serta kebersihan rumah tangga dan masyarakat. Peningkatan permintaan merupakan bentuk rekayasa sosial pemda guna menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi serta kebersihan.
Kedua, usaha-usaha untuk mengembangkan dan memasok (supply) produk dan pelayanan sanitasi. Yakni, usaha memenuhi permintaan sanitasi serta kebersihan masyarakat melalui fasilitas pengembangan produk dan pelayanan sanitasi yang sesuai kebutuhan masyarakat setempat.
Terakhir, setiap kegiatan dan kebijakan pemda untuk menciptakan lingkungan yang mendukung (enabling environment) perbaikan sanitasi masyarakat dan pencapaian sanitasi total.
Secara kultural, pemda berupaya membangun koalisi sanitasi sehat dengan berbagai stakeholder yang berpotensi mendorong perbaikan sanitasi masyarakat. Secara struktural, pemda bisa membuat regulasi lokal yang mendorong percepatan perbaikan sanitasi.
Pemda semakin realistis menghadapi problem sanitasi yang buruk. Kebijakan perbaikan sanitasi mengarah pada penyelesaian akar persoalan sanitasi. Yakni, menuju pada usaha-usaha perubahan perilaku sanitasi buruk masyarakat.
Kebijakan daerah di Jawa Timur, terutama kabupaten, fokus pada upaya-upaya peningkatan permintaan sanitasi sehat. Hingga 2009, seluruh kabupaten telah menjalankan kegiatan dan kebijakan guna meningkatkan kesadaran serta kebutuhan masyarakat akan sanitasi sehat. Meski substansinya sama, setiap daerah memiliki keunikan tersendiri dalam menjalankan upaya tersebut.
Secara umum, peningkatan permintaan sanitasi diawali dengan sosialisasi dan pembentukan fasilitator sanitasi di tingkat kabupaten. Selanjutnya, pembentukan fasilitator di tingkat kecamatan, desa, dan komunitas (dusun). Fasilitator kemudian terjun langsung untuk memicu di komunitas.Fasilitator melibatkan diri pula dalam kegiatan-kegiatan komunitas untuk mendorong pemicuan. Misalnya, yasinan, arisan perangkat, dan pertemuan PKK.
Di Trenggalek, peningkatan kesadaran sanitasi sehat bahkan melibatkan penyuluh agama (modin).Fakta tersebut berbeda dari peningkatan supply. Baru 60 persen daerah yang mengembangkan usaha-usaha untuk memasok produk dan pelayanan sanitasi. Seluruh daerah tersebut mulai melatih tukang-tukang khusus konstruktor sanitasi sehat dan melakukan pengadaan serta peminjaman cetakan kloset.
Melalui inisiatif dinas kesehatan, daerah bahkan mau mendorong kerja sama antara masyarakat dan toko bahan bangunan penyedia kebutuhan untuk membuat jamban sehat. Misanya, yang dilakukan di Pacitan, Kabupaten Pasuruan, Jombang, Trenggalek, dan Lamongan.
Menariknya, di Nganjuk dan Lumajang mulai muncul kontraktor lokal penyedia jamban sehat dengan biaya murah. Pun, pemda melalui PKK bergerak menjadi penyedia dana dan penjamin pinjaman bagi masyarakat yang tidak mampu membiayai pembuatan jamban sehat secara tunai.
Guna menciptakan lingkungan yang mendukung (enabling environment) upaya peningkatan permintaan dan pasokan sanitasi, pemda mengeluarkan keputusan tentang strategi sanitasi total berbasis masyarakat.
Misalnya, yang dilakukan di Lamongan, Jombang, dan Lumajang. Di Pacitan, tiga kecamatan membentuk sekretariat bersama yang dipusatkan di Kecamatan Donorojo untuk percepatan perbaikan sanitasi. Seperti halnya pembentukan sekretariat gabungan (setgab) parpol koalisi di Jakarta, sekretariat bersama itu dimaksudkan untuk saling tukar informasi dan pikiran mengenai perbaikan perilaku sanitasi masyarakat.
Langkah struktural lainnya adalah melalui penetapan sanitasi sebagai target pembangunan. Surabaya, Kota Blitar, dan Kabupaten Malang telah memiliki rencana strategis pembangunan sanitasi.
Pemerintah desa tidak mau ketinggalan. Sejumlah desa di Pacitan, Ponorogo, Nganjuk, dan Kabupaten Pasuruan mengeluarkan peraturan desa (perdes) yang mendukung perubahan perilaku sanitasi masyarakat.
Misalnya, perdes tersebut menetapkan sanksi bagi masyarakat yang masih buang air di luar jamban sehat. Untuk mendukung penuntasan sanitasi buruk, Surabaya, Lumajang, Tuban, Kabupaten Kediri, dan Trenggalek bekerja keras melakukan sensus berbasis komunitas untuk mengetahui status sanitasi masyarakat. Berdasar data hasil sensus tersebut, bisa ditentukan langkah pembangunan sanitasi dan cara mengatasi problem sanitasi buruk.
Beberapa daerah tidak kehilangan akal untuk mendorong percepatan perbaikan sanitasi masyarakat. Di antaranya melalui mekanisme kompetisi dan insentif. Lomba-lomba percepatan pembangunan sanitasi tingkat kecamatan diadakan di Pacitan dan Jombang.
Percepatan pembangunan sanitasi ternyata tidak hanya mengandalkan dinas kesehatan. Beberapa dinas teknis lain ikut terlibat. Misalnya, dinas pekerjaan umum, badan pemberdayaan masyarakat, dinas pendidikan, dan bappeda.
Selain itu, sanitasi telah menjadi bagian dari program pembangunan daerah lainnya. Misalnya, PNPM, bantuan rehabilitasi rumah kumuh, P2KP, sanitasi pesantren, pemberdayaan himpunan penduduk pengguna air minum dan sanitasi (HIPPAMS) desa, serta Gerdu Taskin.
Pelibatan masyarakat menjadi kunci keberhasilan pembangunan sanitasi masyarakat di kabupaten maupun kota. Khusus di perkotaan, gerakan-gerakan pengelolaan sampah mandiri banyak dilakukan. Di Surabaya dan Sidoarjo, pemda mendorong gerakan sanitasi sehat melalui lomba kebersihan lingkungan antarkampung (RW). Sementara itu, di Kota Probolinggo, badan lingkungan hidup bermitra dengan peguyuban peduli sampah (papesa) untuk mengumpulkan dan mengelola sampah organik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar