Air bersih dan sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan manusia. Namun sayangnya pemenuhan akan kebutuhan tersebut belum sepenuhnya berjalan dengan baik di beberapa belahan dunia. Menurut temuan terbaru WHO, lebih dari 1,1 milyar orang pada wilayah pedesaan dan perkotaan kini kekurangan akses terhadap air minum dari sumber yang berkembang dan 2,6 milyar orang tidak memiliki akses terhadap sanitasi dasar.
Demikian seperti dikutip dari situs resmi organiasai Kesehatan Dunia tersebut. Dampak kesehatan dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap air bersih dan sanitasi diantaranya nampak pada anak-anak sebagai kelompok usia rentan. WHO memperkirakan pada tahun 2005, sebanyak 1,6 juta balita (rata-rata 4500 setiap tahun) meninggal akibat air yang tidak aman dan kurangnya higienitas. Anak-anak secara khusus berisiko terhadap penyakit bersumber air seperti diare, dan penyakit akibat parasit. Kurangnya sanitasi juga meningkatkan risiko KLB kolera, tifoid, dan disentri.Jika permasalahan ini tidak segera diatasi, diprediksikan dunia terancam tidak bisa mencapai target penyediaan air bersih dan sanitasi, kecuali ada peningkatan luar biasa dalam hal kapasitas kerja dan investasi dari sekarang hingga tahun 2015, hal tersbeut berdasarkan laporan terbaru WHO dan UNICEF. Situasi ini terutama menjadi lebih parah pada wilayah perkotaan, dimana pertumbuhan penduduk yang cepat memberikan tekanan bagi pelayanan dan kesehatan masyarakat miskin.Wilayah Sub-Sahara Afrika masih merupakan fokus perhatian. Diperkirakan sebanyak 80% orang yang tidak memiliki akses terhadap sumber air minum yang telah berkembang berada di Sub Sahara Afrika, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Akibat pertumbuhan penduduk selama 1999-2004, jumlah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum di Sub-Sahara Afrika meningkat hingga 23%. Kini, hanya 56 % penduduk yang memiliki akses terhadap penyediaan air minum yang telah berkembang. Hanya 37% dari penduduk di Sub-Sahara Afrika memiliki akses terhadap sanitasi dasar pada tahun 2004, dibandingkan dengan rata-rata di seluruh dunia, sebesar 59%.Pada wilayah pedesaan, akses terhadap sumber air minum yang telah berkembang dan pelayanan sanitasi dasar sangat rendah pada tahun 1990 (tahun acuan bagi penilaian MDGs): diperkirakan 64 % memiliki akses terhadap sumber air minum, sedangkan 26% memiliki akses terhadap pelayanan sanitasi. Ketika jumlah persentase-persentase tersebut meningkat hingga tahun 2004, menjadi 73% dan 39%, jumlah ini masih lebih rendah untuk mencapai target MDGs.Pada tahun 2000, dunia berjanji untuk menurunkan separuh dari orang yang tidak memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi dasar. Berdasarkan laporan yang ada, berjudul MDG Drinking Water and Sanitation Target - The Urban and Rural Challenge of the Decade, untuk memenuhi kebutuhan sanitasi, MDG akan membutuhkan upaya 2 kali lipat lebih besar dari yang ada saat ini. Sebanyak sepertiga peningkatan upaya akan dibutuhkan untuk mencapai target pemenuhan air minum MDG.Namun untuk mencapai target air dan sanitasi akan membutuhkan upaya yang lebih besar dari pembuat kebijakan, lembaga pelatihan, pendanaan, perencanaan dan pembangunan. Solusi-solusi tersebut harus menitikberatkan pada masyarakat di seluruh dunia, demikian WHO memperingatkan.Merupakan sebuah tragedi, jika dunia tidak dapat mencapai target MDGs dalam bidang air minum dan sanitasi. Air minum yang aman dan sanitasi jelas sangat penting bagi kesehatan yang risikonya kini sering diabaikan,? kata Dr. Anders Nordstrom mewakili Direktur Jenderal WHO. ? Upaya untuk mencegah kematian akibat diare dan penyakit lainnya, nampaknya akan gagal kecuali masyarakat memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi dasar. Laporan ini menggarisbawahi, pentingnya strategi baru WHO terhadap terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan untuk menurunkan permasalahan kesehatan global melalui upaya pencegahan kesehatan. Dengan menangani akar penyebab penyakit, seperti air dan sanitasi dapat mengurangi 24 % permasalahan penyakit global akibat lingkungan.? Imbuh Dr. Anders Nordstrom.Demikian seperti dikutip dari situs resmi organiasai Kesehatan Dunia tersebut. Dampak kesehatan dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap air bersih dan sanitasi diantaranya nampak pada anak-anak sebagai kelompok usia rentan. WHO memperkirakan pada tahun 2005, bahwa 1,6 juta balita (rata-rata 4500 setiap tahun) meninggal akibat air yang tidak aman dan kurangnya higienitas. Anak-anak secara khusus berisiko terhadap penyakit bersumber air seperti diare, dan penyakit akibat parasit. Kurangnya sanitasi juga meningkatkan risiko KLB kolera, tifoid, dan disentri.Jika permasalahan ini tidak segera diatasi, diprediksikan dunia terancam tidak bisa mencapai target penyediaan air bersih dan sanitasi, kecuali ada peningkatan luar biasa dalam hal kapasitas kerja dan investasi dari sekarang hingga tahun 2015, hal tersbeut berdasarkan laporan terbaru WHO dan UNICEF. Situasi ini terutama menjadi lebih parah pada wilayah perkotaan, dimana pertumbuhan penduduk yang cepat memberikan tekanan bagi pelayanan dan kesehatan masyarakat miskin.Wilayah Sub-Sahara Afrika masih merupakan fokus perhatian. Diperkirakan sebanyak 80% orang yang tidak memiliki akses terhadap sumber air minum yang telah berkembang berada di Sub Sahara Afrika, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Akibat pertumbuhan penduduk selama 1999-2004, jumlah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum di Sub-Sahara Afrika meningkat hingga 23%. Kini, hanya 56 % penduduk yang memiliki akses terhadap penyediaan air minum yang telah berkembang. Hanya 37% dari penduduk di Sub-Sahara Afrika memiliki akses terhadap sanitasi dasar pada tahun 2004, dibandingkan dengan rata-rata di seluruh dunia, sebesar 59%.Pada wilayah pedesaan, akses terhadap sumber air minum yang telah berkembang dan pelayanan sanitasi dasar sangat rendah pada tahun 1990 (tahun acuan bagi penilaian MDGs): diperkirakan 64 % memiliki akses terhadap sumber air minum, sedangkan 26% memiliki akses terhadap pelayanan sanitasi. Ketika jumlah persentase-persentase tersebut meningkat hingga tahun 2004, menjadi 73% dan 39%, jumlah ini masih lebih rendah untuk mencapai target MDGs.Pada tahun 2000, dunia berjanji untuk menurunkan separuh dari orang yang tidak memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi dasar. Berdasarkan laporan yang ada, berjudul MDG Drinking Water and Sanitation Target - The Urban and Rural Challenge of the Decade, untuk memenuhi kebutuhan sanitasi, MDG akan membutuhkan upaya 2 kali lipat lebih besar dari yang ada saat ini. Sebanyak sepertiga peningkatan upaya akan dibutuhkan untuk mencapai target pemenuhan air minum MDG.Namun untuk mencapai target air dan sanitasi akan membutuhkan upaya yang lebih besar dari pembuat kebijakan, lembaga pelatihan, pendanaan, perencanaan dan pembangunan. Solusi-solusi tersebut harus menitikberatkan pada masyarakat di seluruh dunia, demikian WHO memperingatkan.Merupakan sebuah tragedi, jika dunia tidak dapat mencapai target MDGs dalam bidang air minum dan sanitasi. Air minum yang aman dan sanitasi jelas sangat penting bagi kesehatan yang risikonya kini sering diabaikan,? kata Dr. Anders Nordstrom mewakili Direktur Jenderal WHO. ? Upaya untuk mencegah kematian akibat diare dan penyakit lainnya, nampaknya akan gagal kecuali masyarakat memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi dasar. Laporan ini menggarisbawahi, pentingnya strategi baru WHO terhadap terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan untuk menurunkan permasalahan kesehatan global melalui upaya pencegahan kesehatan. Dengan menangani akar penyebab penyakit, seperti air dan sanitasi dapat mengurangi 24 % permasalahan penyakit global akibat lingkungan.? Imbuh Dr. Anders Nordstrom.
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=2388&Itemid=2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar