Salah satu komponen Program Penyediaan minum dan sanitasi berbasis masyarakat (PAMSIMAS) adalah Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat dan layanan higine dan sanitasi. Komponen ini bertujuan untuk membantu masyarakat dan institusi lokal dalam pencegahan sanitasi buruk dan air yang tidak bersih yang berakibat munculnya penyakit Diare. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) diupayakan dalam mencapai status kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Namun demikian , pencapaian sector sanitasi masih jauh dari yang diharapkan. Pemerintah Indonesia hanya menyediakan sekitar Rp 7,7 triliun, artinya hanya Rp 200 per tahun untuk setiap penduduk Indonesia. Padahal kebutuhan minimal akses terhadap sarana sanitasi yang memadai sekitar Rp 47 ribu per orang per tahun.
Berdasarkan hasil studi Indonesia sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006 menunjukkan bahwa masyarakat yang buang air besar di sembarang tempat sebanyak 47%. Hasil studi Basic Human Servoce pada tahun yang sama menunjukkan bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun adalah setelah buang air besar 12 %, setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, sebelum makan 14%, sebelum member makan bayi 7% dan sebelum menyiapkan makan 6%. Kenyataan ini berkontribusi terhadap kejadian Diare dan bahkan kerap terjadi kejadian luar biasa yang menyerang masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat yang masih rendah.
Salah satu upaya dalam peningkatan sanitasi adalah pendekatan sanitasi total yang dikenal Community Led Total sanitation (CLTS). Sanitasi total terdiri dari 5 pilar yaitu penghentian buang air besar (BAB) di sembarang tempat, cuci tangan pakai sabun (CTPS), pengelolaan air minum rumah tangga (PAM RT), pengelolaan limbah cair dan penanganan sampah domestic. Pendekatan CLTS ini memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat untuk melakukan analisis keadaan dan resiko pencemaran lingkungan.
Pintu masuk pengenalan sanitasi total yaitu penghentian BAB di sembarang tempat. Pendekatan ini mengandalkan partisipasi masyarakat secara aktif, membangun dan menggunakan jamban tanpa subsidi dari luar, solidaritas social dan kebanggaan masyarakat sebagai elemen motivasi. Pendekatan subsidi ini dilatarbelakangi kegagalan pendekatan tradisional dalam penyediaan infrastruktur sanitasi di perdesaan di masa lalu yang lebih focus kepada penyediaan prasarana dan bukannya perubahan perilaku.
Namun demikian , pencapaian sector sanitasi masih jauh dari yang diharapkan. Pemerintah Indonesia hanya menyediakan sekitar Rp 7,7 triliun, artinya hanya Rp 200 per tahun untuk setiap penduduk Indonesia. Padahal kebutuhan minimal akses terhadap sarana sanitasi yang memadai sekitar Rp 47 ribu per orang per tahun.
Berdasarkan hasil studi Indonesia sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006 menunjukkan bahwa masyarakat yang buang air besar di sembarang tempat sebanyak 47%. Hasil studi Basic Human Servoce pada tahun yang sama menunjukkan bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun adalah setelah buang air besar 12 %, setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, sebelum makan 14%, sebelum member makan bayi 7% dan sebelum menyiapkan makan 6%. Kenyataan ini berkontribusi terhadap kejadian Diare dan bahkan kerap terjadi kejadian luar biasa yang menyerang masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat yang masih rendah.
Salah satu upaya dalam peningkatan sanitasi adalah pendekatan sanitasi total yang dikenal Community Led Total sanitation (CLTS). Sanitasi total terdiri dari 5 pilar yaitu penghentian buang air besar (BAB) di sembarang tempat, cuci tangan pakai sabun (CTPS), pengelolaan air minum rumah tangga (PAM RT), pengelolaan limbah cair dan penanganan sampah domestic. Pendekatan CLTS ini memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat untuk melakukan analisis keadaan dan resiko pencemaran lingkungan.
Pintu masuk pengenalan sanitasi total yaitu penghentian BAB di sembarang tempat. Pendekatan ini mengandalkan partisipasi masyarakat secara aktif, membangun dan menggunakan jamban tanpa subsidi dari luar, solidaritas social dan kebanggaan masyarakat sebagai elemen motivasi. Pendekatan subsidi ini dilatarbelakangi kegagalan pendekatan tradisional dalam penyediaan infrastruktur sanitasi di perdesaan di masa lalu yang lebih focus kepada penyediaan prasarana dan bukannya perubahan perilaku.
Pada akhirnya bukan jumlah fisik jamban yang menjadi tolok ukuran keberhasilan, namun perubahan perilaku dari BAB di sembarang tempat ke pemanfaatan jamban keluarga.
Untuk mendukung sanitasi total dengan menerapkan model CLTS di Jawa Tengah telah dilakukan Pelatihan bagi pelatih CLTS tahun 2009 yang berlangsung 12 – 16 Oktober 2009, dengan diikuti 30 peserta Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota lokasi Pamsimas. Mereka nantinya akan menjadi fasilitator di kabupaten dan kota masing – masing untuk bergabung dengan fasilitator yang telah dilatih dan akan melatih para petugas Puskesmas dan mendampingi pemicuan di masyarakat. (diek-pl)
Untuk mendukung sanitasi total dengan menerapkan model CLTS di Jawa Tengah telah dilakukan Pelatihan bagi pelatih CLTS tahun 2009 yang berlangsung 12 – 16 Oktober 2009, dengan diikuti 30 peserta Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota lokasi Pamsimas. Mereka nantinya akan menjadi fasilitator di kabupaten dan kota masing – masing untuk bergabung dengan fasilitator yang telah dilatih dan akan melatih para petugas Puskesmas dan mendampingi pemicuan di masyarakat. (diek-pl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar