Jumat, November 27, 2009

SELAMATKAN INDONESIA DARI SANITASI BURUK


Indonesia perlu diselamatkan dari sanitasi yang buruk. Kualitas sanitasi yang buruk bertanggungjawab terhadap mewabahnya penyakit menular seperti tifus, demam berdarah dengue, disentri, kolera dan hepatitis. Pemerintah bukannya tidak melakukan sesuatu. Berdasarkan studi Water and Sanitation Program (Bank Dunia) tahun 2006, pemerintah menyediakan anggaran untuk perbaikan sanitasi rata-rata sebesar Rp 200/kapita/tahun. Sementara kebutuhan investasi minimal adalah Rp. 47.000/kapita/tahun. Terlepas dari terbatasnya sumber daya pemerintah, nampaknya masih diperlukan upaya-upaya yang lebih serius untuk menangani sanitasi (tidak sekedar business as usual).


Aksi SELAMATKAN INDONESIA DARI SANITASI BURUK dimaksudkan untuk menggugah kesadaran masyarakat terhadap: - pentingnya kualitas kesehatan lingkungan (sanitasi). - layanan sanitasi sebagai hak masyarakat. - apa saja yang dapat dilakukan secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan kualitas sanitasi. Kesadaran ini kita harapkan dapat melahirkan dorongan yang kuat dari arus bawah (masyarakat) kepada semua pihak (terutama pemerintah) untuk lebih serius menangani sanitasi. Tifus, disentri, kolera, DBD dan hepatitis adalah penyakit yang dpat dicegah dengan perbaikan kualitas sanitasi. Tidak perlu menunggu korban meninggal untuk mulai memperbaiki kualitas sanitasi. PEDULI SANITASI, PEDULI RAKYAT.
Positions
1.Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kualitas kesehatan lingkungan (sanitasi).
2. Mendorong pemenuhan layanan sanitasi oleh pemerintah sebagai hak dasar masyarakat
3. Mendorong perubahan perilaku hidup yang bersih dan sehat.

Kamis, November 26, 2009

Menkes Lantik 34 Pejabat Eselon II Depkes dan Pengelola RS BLU


19 Nov 2009
Menkes dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH. melantik 34 pejabat struktural Eselon II terdiri dari 13 pejabat Depkes Pusat dan 21 pejabat Unit Pelaksana Teknis Depkes di Daerah termasuk rumah sakit (21 orang).
Menkes mengatakan, pelantikan pejabat ini dilaksanakan untuk mengganti pejabat yang pensiun, mengisi jabatan yang kosong, serta pejabat yang akan memimpin Unit Kerja baru Departemen Kesehatan, yaitu Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi sebelumnya Pusat Data dan Informasi. Menurut Menkes, pengisian jabatan ini tidak dapat ditunda lagi mengingat banyaknya tugas-tugas dan program-program yang memerlukan team-work yang lengkap dan tangguh untuk melaksanakan program 100 hari secara simultan dengan program prioritas lainnya. “Reformasi kesehatan merupakan agenda Kabinet Indonesia Bersatu II dan bukan semata-mata kemauan saya sendiri. Reformasi Kesehatan juga prioritas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui good governance serta upaya-upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan semuanya harus berimbang,” jelas Menkes. Menkes menambahkan, keberhasilan Pembangunan Kesehatan terkait juga dengan Reformasi Birokrasi yang digulirkan Pemerintah secara ringkas memiliiki visi terwujudnya tata kepemerintahan yang baik (Good Governance). Reformasi birokrasi memerlukan proses, tahapan waktu, kesinambungan dan keterlibatan semua komponen yang harus saling terkait dan berinteraksi. Reformasi birokrasi dilakukan dengan melalui penyelarasan kegiatan penataan kelembagaan dan sumber daya manusia aparatur, penataan ketatalaksanaan secara dinamis, pemantapan sistem pengawasan dan akuntabilitas, peningkatan kualitas pelayanan publik serta membangun kultur birokrasi baru, tegas Menkes . Menkes berharap agar para pejabat baru dapat segera bekerja di tempat baru dengan integritas dan komitmen yang tinggi. Bagi Kepala Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Menkes berharap dapat membangun sistem informasi sehingga dapat dimanfaatkan oleh pimpinan untuk mengambil keputusan yang tepat. Lakukan reformasi informasi, yang mampu mengatasi desentralisasi dan menghasilkan informasi yang akurat, spesifik dan tepat waktu sehingga dapat digunakan untuk perencanaan atau intervensi dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Selain itu juga berbagai kejadian luar biasa (KLB) dapat diturunkan dengan adanya unit ini. Dengan adanya surveilans, maka informasi yang diberikan haruslah mampu dilaksanakannya respon yang cepat. Surveilans dilakukan tidak saja untuk penyakit menular, tetapi juga untuk masalah kesehatan lainnya, seperti gizi buruk, persalinan dan lain sebagainya. Bagi para Direktur Utama dan jajaran direksi Rumah Sakit BLU, Menkes berharap dapat meningkatkan mutu pelayanan dan efisiensi pelayanan di RS serta melakukan dengan berbagai pendekatan untuk dapat lebih meningkatkan akses terhadap peningkatan mutu pelayanan rawat inap. “Pastikan agar peserta Jamkesmas mendapatkan pelayanan rawat inap yang bermutu. Lakukan internal scan untuk mendapatkan informasi yang tepat dan kerjasama dengan seluruh stake holder untuk menyusun strategi baru dan rencana yang lebih tanggap,” tegas Menkes. Mereka yang dilantik di lingkungan Depkes Pusat adalah drg. Murti Utami, MPH sebagai Kepala Biro Umum, dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran, dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH, Dsc sebagai Kepala Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Sukendar Adam, DIM, M.Kes sebagai Kepala Pusat Sarana, Prasarana dan Peralatan Kesehatan, dr. H. Andi Muhadir, MPH sebagai Direktur Imunisasi dan Karantina, dr. M. Sholah Imari, M.Sc sebagai Direktur Penyehatan Lingkungan, Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt. sebagai Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Suhartati, S.Kp. M.Kes sebagai Direktur Bina Pelayanan Keperawatan, drg. Tini Suryanti Suhandi, M.Kes sebagai Sekretaris Badan Litbangkes, Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si, Apt sebagai Kepala Puslitbang Biomedis dan Farmasi, drg. Agus Suprapto, M.Kes sebagai Kepala Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Indah Yuning Prapti, SKM, M.Kes sebagai Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu dan drs. Bambang Heriyanto, M.Kes sebagai Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga. Sementara di Rumah Sakit BLU adalah drs. Rondonuwu Johny Salim sebagai Direktur Keuangan dan Administrasi Umum RSUP Prof. Dr. D. Kandou Manado, Dr. dr. Anwar Santoso, Sp.JP(K), FIHA sebagai Direktur Utama RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, dr. Hermien Widjajati Moeryono, Sp.A sebagai Direktur Utama RS Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta, drg. Astuty, MARS sebagai Direktur SDM dan Pendidikan RS Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta, dr. De Is Mohammad Rizal Chaidir, Sp.OT(K), FICS, M.Kes sebagai Direktur Utama RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung, dr. Rudi Kurniadi Kadarsah, Sp.An sebagai Direktur Medik dan Keperawatan RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung, dr. Bambang Wibowo, Sp.OG sebagai Direktur Medik dan Keperawatan RSUP dr. Kariadi Semarang, dr. Budi Mulyono, SP.PK(K), MM sebagai Direktur Utama dr. Sardjito Yogyakarta, dr. Sigit Priohutomo, MPH sebagai Direktur SDM dan Pendidikan RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, dr. Alida Lienawati, M.Kes (MMR) sebagai Direktur Keuangan RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, dr. Sutanto Maduseno, Sp.PD sebagai Direktur Medik dan Keperawatan RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, dr. I Wayan Sutarga, MPHM sebagai Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar, dr. Anak Agung Ngurah Jaya Kusuma, Sp.OG sebagai Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Sanglah Denpasar, dr. Fidiansjah, Sp.KJ sebagai Direktur Utama RSKO Jakarta, R. Fresley, SH. MARS, MH, sebagai Direktur Keuangan RS Mata Cicendo Bandung, dr. Bambang Purwoatmodjo, Sp.THT sebagai Direktur Utama RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, dr. Sri Catur Murniningsih sebagai Direktur Keuangan RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, dr. Djoko Windoyo, Sp.RM sebagai Direktur Medik dan Keperawatan RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, dr. Hj. Zubaedah, Sp.P sebagai Direktur Utama RS Paru dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor, dr. Yanuar Hamid, Sp.PD, MARS sebagai Direktur Utama RSUP dr. M. Jamil Padang, dan dr. Eko Susanto, Marsoeki, Sp.KJ sebagai Direktur Utama RS Jiwa dr. Radjiman Wedyodiningrat Lawang. Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-30413700, atau e-mail puskom.publik@yahoo.co.id, info@puskom.depkes.go.id, kontak@puskom.depkes.go.id.

Selasa, November 24, 2009

Menuju Wonogiri Bebas Dari Buang Air Besar Di Sembarang Tempat

CLTS merupakan salah satu metode pemberdayaan untuk merubah perilaku masyarakat yang diprakarsasi dan dipimpin masyarakat sendiri tanpa subsidi dari pemerintah. Metode ini merupakan salah satu metode yang dikembangkan di Kabupaten Wonogiri sejak tahun 2005, sejalan dengan pelaksanaan Desa Sehat melalui Gerbang Perdesaan yang semuanya bertujuan menciptakan Wonogiri Sehat 2010.
Untuk mencapai target Wonogiri Sehat 2010 langkah awal dimulai dengan penyusunan Rancangan Target 10 tahun MDGs. Tahun 2005 – 2015. Dimana Exiting tahun 2005 sarana Jaga 73 % dengan Asumsi target tambahan sebesar 1 % total akses tahun 2015 adalah 87 %. Dengan melalui pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sebagai salah satu pendekatan perubahan perilaku melalui metode pemicuan terhadap aspek rasa Jijik, rasa malu, harga diri dan aspek agama. Pencapaian realisasi target cakupan Jaga tahun 2009 sebesar 78,3 % dimana 19 wilayah Puskesmas pencapaiannya sudah diatas 80%.dan 41 Desa sudah menyatakan bebas BAB sembarangan (ODF)
Program STBM di Kabupaten Wonogiri tidak akan berhenti setelah berhasil membuat beberapa Desa bebas dari perilaku Buang Air Besar Sembarangan. Kabupaten Wonogiri memiliki Visi untuk menjadikan Kabupaten ini bebas BAB sembarangan pada tahun 2012. sumber.Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri

Senin, November 23, 2009

Peningkatan Akses Sanitasi Melalui CLTS






Akses sanitasi .
Sebagian besar rumah tangga Di Jawa Tengah menggunakan fasilitas buang air besar milik sendiri. Namun, masih terdapat 25,4% yang tidak memakai fasilitas buang air besar (Riset Kesehatan Daerah Departemen Kesehatan 2007). Hal ini menunjukkan mereka masih berperilaku buang air besar di sembarang tempat seperti sungai, kolam, kebun dan tempat terbuka.

Kenyataan lain , praktik sanitasi masyarakat masih memprihatinkan, perilaku cuci tangan pakai sabun yaitu setelah buang air besar,sebesar 12 persen; setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9 persen;sebelum makan 14 persen;sebelum memberi makan bayi 7 persen dan sebelum menyiapkan makanan 6 persen.

Kenyataan tersebut berkontribusi terhadap peningkatan kasus Diare bahkan terjadi kejadian luar biasa. Hasil studi WHO tahun 2007 membuktikan bahwa kejadian Diare dapat menurun sebesar 32 persen dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar 45 persen dengan perilaku cuci tangan pakai sabun, 39 persen perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Integrasi ketiga upaya tersebut dapat menurunkan angka kejadian Diare sebesar 94 persen.

Pendekatan CLTS
Belajar dari masa lalu dalam program sanitasi menunjukkan bahwa pendekatan dengan memberikan subsidi fisik kurang mempunyai daya ungkit dalam meningkatkan demand masyarakat untuk cakupan sanitasi dan perubahan perilaku. Oleh karena itu Pemerintah telah mengembangkan pendekatan sanitasi melalui Community Led Total Sanitation (CLTS). Pendekatan CLTS ini memfasilitasi pemberdayaan masyarakat untuk melakukan analisis keadaan dan risiko pencemaran lingkungan. Pendekatan ini mengutamakan penghentian buang air besar atau ngising di tempat terbuka, membangun dan menggunakan jamban tanpa subsidi. Kegiatan ini telah dilakukan di Jawa Tengah melalui Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di 30 Kabupaten dan Kota (Kecuali Kota Tegal,Surakarta, Magelang, Salatiga dan kabupaten Jepara). Masyarakat lokasi program Pamsimas didampingi oleh fasilitator masyarakat melakukan peningkatan kapasitas/kemampuan masyarakat dalam memutuskan, merencanakan, melaksanakan dan mengelola kegiatannya dengan berperan secara aktif dalam setiap keputusan yang diambil. Fasilitator ini mempunyai tugas pokok memfasilitasi kegiatan penilaian, analisis dan penyusunan rencana kerja masyarakat sebagai bagian rencana pembangunan jangka menengah program air minum, kesehatan dan sanitasi (ProAKSI). CLTS sebagai bagian dari komponen peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat dan layanan hygiene dan sanitasi menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan bersama dengan masyarakat dalam upaya promosi kesehatan dan penyadaran perubahan perilaku hidup bersih dan sehat.
Proses CLTS dilakukan dengan pemicuan terhadap rasa jijik, rasa malu, rasa takut sakit, rasa berdosa dan rasa tanggungjawab yang berkaitan dengan buang air besar di sembarang tempat, masyarakat diajak jalan – jalan berkeliling wilayah desanya untuk mengetahui kebiasaan buang air besar di sembarang tempat, menawarkan air yang tercemar tinja, pemicuan ini menghasilkan komitmen masyarakat untuk bebas dari tinja yang berserakan terutama di sungai, kebun, kolam atau berkomitmen untuk perubahan perilaku buang air besar di sembarang tempat.

Kunci keberhasilan CLTS
CLTS bertujuan untuk perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Pelaku pemicuan menjadi lebih percaya bahwa semiskin apapun masyarakat ternyata memilki kemampuan membangun jamban.
1. Masyarakat yang telah terpicu melakukan gerakan masyarakat untuk meningkatkan akses sanitasi dengan melakukan deklarasi stop buang air besar di sembarang tempat, masyarakat membuktikan mampu melakukan pembangunan jamban tanpa subsidi. Pemicuan yang paling efektif disampaikan kepada ibu – ibu dan anak – anak sekolah
2. Fasilitator, keberadaan di tengah – tengah masyarakat, kemauan dan kemampuan dalam mendampingi masyarakat, mendorong peran masyarakat, bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan selalu memonitor perubahan perilaku buang air besar di sembarang tempat bekerja sama dengan kader, Puskesmas (dokter, sanitarian,bidan) dan aparat pemerintah di desa/kecamatan.
3. Natural leader (kumpulan individu yang mendapat kepercayaan dan memiliki pengaruh di masyarakat), mereka akan selalu aktif dalam pendampingan dan pemicuan di masyarakat memberikan motivasi kepada masyarakat termasuk lembaga keswadayaan masyarakat atau forum kesehatan desa/FKD.
4. Institusionalisasi CLTS, yaitu menjadikan CLTS sebagai bagian dari program resmi pemerintah, karena pemerintah merupakan institusi yang memiliki kewenangan mencakup wilayahnya.

Jumat, November 20, 2009

Pelaksanaan CLTS di Kabupaten Kebumen


LATAR BELAKANG
Kebumen Sehat 2010 agaknya masih menjadi mimpi bagi masyarakat
Kabupaten Kebumen. Morbiditas penyakit berbasis lingkungan Diare, ISPA, Kulit
atau penyakit yang ditularkan melalui vektor sebagai indikator derajat kesehatan
masyarakat masih tinggi di Kabupaten Kebumen. Penyakit- penyakit tersebut masih
menduduki 10 besar penyakit yang diderita oleh masyarakat Kab. Kebumen. Namun,
dari sekian banyak penyakit berbasis lingkungan yang menimbulkan Kejadian Luar
Biasa (KLB) pada 2006, antara lain adalah Thypoid di Pejagoan dengan AR 1, 27.
Selain masih adanya KLB, Kabupaten Kebumen juga masih memiliki masalah berupa
rendahnya akses masyarakat terhadap jamban keluarga yang hingga akhir 2006 masih
dibawah target Kabupaten 65, 97 % dari yang seharusnya 61 %.

Dinas Kesehatan melalui Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK) Sie
Kesehatan Lingkungan mencoba mengatasi masalah tersebut menggunakan
pendekatan CLTS, yaitu pemberdayaan masyarakat melalui kesadaran buang air
besar sesuai syarat kesehatan. Hal ini didasarkan pada hasil studi kasus WHO (2007)
yang menyebutkan akses masyarakat terhadap sarana sanitasi dasar dapat
menurunkan kejadian Diare 32 %, perilaku mencuci tangan pakai sabun 45 % dan
perilaku pengelolaana air minum yang aman di rumah tangga 39 %. Sedangkan,
dengan mengintegrasikan ketiga perilaku tersebut, Diare menurun sebesar 94 %.

TENTANG CLTS
CLTS yang bahasa sederhananya berarti “Cuma Lubang Tai Saja” merupakan
pendekatan pemberdayaan masyarakat untuk menganalisa keadaan dan resiko
pencemaran lingkungan yang disebabkan buang air besar/berak/modol/ngising di
tempat terbuka dan membangun jamban/cubluk tanpa subsidi/bantuan dari luar.
Pendekatan CLTS pertama kali dilaksanakan tahun 1999 oleh Kamal Karr
yang bekerja sama dengan Pusat Sumber Daya Pendidikan Desa (VERC) dan
didukung oleh Water Air di sebuah komunitas kecil di Distrik Rajashashi,
Bangladesh.

Pendekatan CLTS ini dilatarbelakangi oleh kegagalan proyek sanitasi
sebelumnya bahwa sarana sanitasi yang dibangun tanpa partisipasi masyarakat, tidak
digunakan/tidak dipelihara. Beberapa prinsip CLTS :1) tanpa subsidi kepada
masyarakat 2) masyarakat sebagai pemimpin 3) tidak menggurui, memaksa, dan tidak
mempromosikan jamban 4) totalitas dari seluruh komponen masyarakat dari
perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pemeliharaan.
Ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh seorang fasilitator CLTS
terhadap komunitas, yaitu : mengajari, memberitahukan apa yang baik dan buruk,
menawarkan subsidi, mempromosikan rancangan kakus, memimpin,
memaksa/menuntut kegiatan.
Ada 2 tahapan CLTS :
1. Persiapan : penentuan lokasi, jadwal kunjungan fasilitator, menyiapkan alat dan
bahan
2. Pelaksanaan (Pemicuan):
a. Perkenalan
b. Penyampaian tujuan : tidak menyebutkan subsidi
c. Analisa partisipatif : pemetaan, transek walk, alur kontaminasi dan pemicuan
d. Tindak lanjut berupa penandatanganan oleh warga yang berniat
berubah/terpicu
e. Tindak lanjut dan monitoring

Faktor yang harus dipicu adalah perasaan jijik, malu, takut sakit, takut dosa dan tidak
mampu mengakses sarana sanitasi.

HASIL dan PEMBAHASAN
1. CLTS 2007
Pada Maret 2007, Dinas Kesehatan menyelenggarakan pelatihan CLTS
dengan narasumber dari WASPOLA. Pelatihan ini diikuti oleh 35 sanitarian
puskesmas se-Kabupaten Kebumen dan 22 kader dari 11 desa pilot project CLTS.
Puskesmas tersebut adalah Karanggayam 1, Karang Anyar, Sruweng, Klirong 2,
Buluspesantren 1 dan 2, Ambal 1 dan 2,Alian, Petanahan dan Kutowinangun.
Dalam pelaksanaannya sanitarian puskesmas pelaksana CLTS dibantu
oleh dua sanitarian puskesmas lain dan dua kader desa setempat. Puskesnas
mendapat alokasi dana untuk melaksanakan pemicuan sebanyak dua kali, yang
diharapkan dapat digunakan seefisien mungkin sehingga dapat dilakukan lebih
dari dua kali. Berdasarkan laporan puskesmas hingga akhir 2007, ada satu
puskesmas, yaitu Petanahan yang tidak melaksanakan pemicuan. Puskesmas
Buluspesantren 1 dan Klirong 2 cukup berhasil dalam tindak lanjut kegiatan
CLTS. Hal ini terlihat dari jumlah jamban yang dibangun hasil CLTS sama atau
melebihi jumlah KK yang terpicu sewaktu CLTS. Secara keseluruhan, CLTS
telah meningkatkan cakupan kepemilikan jamban keluarga sebesar 9 % dari
jumlah KK yang ada di 11 desa pelaksana CLTS.
Hasil lengkapnya dapat dilihat
pada lampiran : Pelaksanaan CLTS di Kabupaten Kebumen
Ada beberapa faktor yang mungkin berpengaruh terhadap suksesnya
CLTS di suatu komunitas
, yaitu : dukungan pemerintah desa, dukungan kepala
puskesmas, kerjasama lintas program/sektor, partisipasi aktif kader, lahirnya
natural leader, frekuensi monitoring dan keberadaan bengkel sanitasi
.

2. CLTS 2008
Pada akhir tahun 2007 cakupan akses (kepemilikan) masyarakat terhadap
jamban masih dibawah target kabupaten 67,75 % yang seharusnya 68 %.
Untuk itu, pada tahun 2008 Dinas Kesehatan mengembangkan CLTS di 35
wilayah puskesmas se-Kabupaten Kebumen, dengan satu puskesmas memiliki
satu desa pelaksana CLTS. Selain itu, ada tambahan alokasi dana untuk kegiatan
pemicuan, jika pada 2007, Puskesmas mendapat alokasi sebanyak 2 kali/desa,
maka pada 2008 meningkat menjadi 4 kali/desa. Hal ini diharapkan dapat lebih
meningkatkan jumlah KK yang terpicu, sehingga pada akhirnya terjadi kenaikan
cakupan akses masyarakat terhadap jamban keluarga. Selain itu, dilaksanakan
juga CLTS dengan sumber dana dari program PAMSIMAS (Penyediaan Air
Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat) khusus di desa wilayah kerja
PAMSIMAS yang meliputi 9 desa di 6 puskesmas, yaitu : Kedungwaru (Karang
Sambung), Ginandong (Karanggayam 1), Karangrejo, Giritirto (Karanggayam 2),
Padureso (Padureso), Peniron, Watulawang (Pejagoan) dan Kalirancang (Alian).
Sebelum kegiatan pemicuan di desa sasaran PAMSIMAS dilaksanakan Pelatihan
CLTS dan MPA-PHAST bagi bidan dan kader desa wilayah kerja PAMSIMAS.
Hingga akhir 2008 ada 9 puskesmas yang tidak menggunakan alokasi
dana/melaksanakan kegiatan CLTS. Puskesmas tersebut adalah Ayah 1, Puring.,
Klirong 1, Kuwarasan, Karang Anyar, Gombong 1, Sempor 1, Sempor 2 dan
Bonorowo. Tetapi hanya 16 puskesmas yang menyerahkan laporan kegiatan
CLTS hingga akhir tahun 2008. Jumlah jamban yang dibangun hasil CLTS di
empat puskesmas, yaitu : Kutowinangun, Buluspesantren 1, Karanggayam 1 dan
Ambal 2 sama dan bahkan melebihi jumlah orang yang terpicu. Namun, ada
beberapa puskesmas yang hingga akhir 2008, jumlah keluarga yang memiliki
akses/membangun jamban belum mencapai 100% dibandingkan dengan keluarga
yang terpicu. Hal ini menunjukkan keaktifan sanitarian dan kader desa untuk
melaksanakan monitoring sabagai tindak lanjut kegiatan CLTS berpengaruh
terhadap keberhasilan CLTS. Secara keseluruhan dari data yang dilaporkan ada
peningkatan cakupan kepemilikan jamban sebesar 4,34 % di 20 desa pelaksana
CLTS.
Khusus di desa wilayah kerja PAMSIMAS, sanitarian dibantu oleh
fasilitator program PAMSIMAS. Berdasarkan laporan CLTS di desa wilayah
kerja PAMSIMAS hingga akhir 2008, ada 3 dari 9 desa dengan cakupan akses
terhadap jamban melebihi target kabupaten (73%), yaitu Soka (100 %), Padureso
(91,56 %) dan Kalirancang (86 %)
. Hal ini menunjukkan CLTS memiliki andil
untuk mengubah perilaku masyarakat untuk buang air besar pada tempatnya.
Hasil pelaksanaan CLTS desa dengan biaya, baik dari Program Pelayanan
Penyehatan Lingkungan, maupun PAMSIMAS dapat dilihat pada lampiran
Pelaksanaan CLTS di Kabupaten Kebumen.

3. CLTS 2009
Berdasarkan laporan program kesehatan lingkungan hingga akhir 2008
cakupan kepemilikan jamban/ akses masyarakat terhadap jamban keluarga, baru
67, 89 % dari yang seharusnya 73 %. Tetapi, ada 10 desa di Kabupaten Kebumen
yang sudah berstatus Desa Open Defecation Free (ODF
) artinya tidak ada
satupun penduduk desa yang Buang Air Besar (BAB) disembarang tempat.
Deklarasi ODF dilakukan bersamaan dengan peresmian FKD Desa Kaliwungu
dengan biaya PNPM pada 5 Februari 2009. Pada saat itu dilakukan penyerahan
sertifikat Desa ODF kepada perwakilan desa oleh Bupati Kebumen. Sepuluh desa
beserta cakupan akses masyarakat terhadap jamban dapat dilihat pada
Pelaksanaan CLTS di Kabupaten Kebumen. Untuk mencapai cakupan akses
keluarga terhadap jamban sesuai target Kabupaten, melahirkan desa ODF, dan
mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap subsidi pemerintah, maka Dinas
Kesehatan lebih menggalakkan CLTS.
Sama seperti halnya tahun 2008, kegiatan CLTS juga dilaksanakan dari
dua sumber dana, yaitu Pelayanan Penyehatan Lingkungan dan PAMSIMAS.
Tetapi, ada beberapa perbedaan pelaksanaan kegiatan CLTS 2009 dengan tahun
sebelumnya. Perbedaan itu meliputi : 1) Hanya dialokasikan untuk 10 desa di 5
wilayah kerja puskesmas. Pemilihan ini dengan kriteria : kinerja puskesmas pada
tahun sebelumnya, dukungan kepala puskesmas/lintas program/lintas sektor, dan
cakupan akses masyarakat terhadap jamban keluarga pada akhir 2008, 2)
Pelatihan CLTS dan MPA-PHAST bagi bidan dan dua kader desa pelaksana
CLTS tahun 2009. Pelatihan ini dilakukan mengingat pencapaian Kebumen Sehat
2010 dari indicator cakupan akses masyarakat terhadap jamban keluarga tidak
hanya tanggungjawab sanitarian tetapi semua pihak, disamping peningkatan
kerjasama lintas program dan sekor. Pelatihan ini dilaksanakan di Hotel Candisari
pada Mei 2009 dengan narasumber dari Dinas Kesehatan Kab. Kebumen dan
Propinsi Jawa Tengah, 3) Adanya sosialisasi CLTS. Sasaran kegiatan ini adalah
perangkat desa, tokoh masyarakat, tokoh agama dan kader desa. Tujuannya untuk
memberikan pengetahuan tentang pendekatan CLTS dan meminta dukungan
pelaksanaan CLTS di desa setempat, 4) Alokasi dana lima kali/desa. Diharapkan
intensitas pelaksanaan pemicuan dapat lebih banyak mendorong lahirnya keluarga
yang sadar untuk berperilaku buang air besar pada tempatnya, 5) Bantuan untuk
bengkel sanitasi. Dinas Kesehatan memberikan bantuan stimulan untuk bengkel
sanitasi agar masyarakat dapat lebih mudah mendapatkan kloset dengan harga
terjangkau. Bantuan ini nantinya dikelola oleh desa bersama dengan sanitarian
puskesmas dan diharapkan dapat berlangsung secara berkesinambungan tidak
hanya untuk saat/tahun itu saja
Sedangkan pelaksanaan CLTS di desa wilayah kerja PAMSIMAS 2009
tidak ada bedanya dengan tahun sebelumnya. Sebelum pelaksanaan, akan
dilaksanakan Pelatihan CLTS dan MPA-PHAST bagi bidan dan kader desa
wilayah kerja PAMSIMAS. Wilayah kerja PAMSIMAS meliputi 15 desa. Untuk
lebih jelasnya, desa pelaksana PAMSIMAS tahun 2009, baik dibiayai dari
Pelayanan Penyehatan Lingkungan,maupun PAMSIMAS dapat dilihat pada
lampiran Pelaksanaan CLTS di Kabupaten Kebumen
D. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang didapat dari uraian tersebut :
1. CLTS tahun 2007 meningkatkan cakupan kepemilikan/akses keluarga terhadap
jamban sebesar 9 % dan pada 2008 sebesar 4,34 %
2. Pada akhir tahun 2008, ada 10 desa di Kabupaten Kebumen berstatus Desa ODF
(Open Defecation Free)
3. Ada 1 puskesmas pilot project tidak melakanakana CLTS pada 2007 dan 9
puskesmas pada 2008.
Saran
1. Dukungan kepala puskesmas, lintas program dan lintas sektor
2. Komitmen para pemegang kebijakan untuk mencapai Kebumen Sehat 2010
bidang kesehatan lingkungan
3. Mengaktifan kembali bengkel sanitasi
4. Meningkatkan frekuensi monitoring hasil CLTS
sumber: Dinkes Kebumen

Peringatan Hari Penyakit Paru-paru Obstruktif Kronis Sedunia

Tanggal 18 November, adalah hari peringatan penyakit paru-paru obstruktif kronis sedunia (Chronic Obstructive Pulmonary Disease atau COPD). Peringatan ini dimaksudkan untuk menyebarluaskan pemahaman mengenai penyakit ini kepada masyarakat di seluruh dunia dan untuk meningkatkan perhatian dan kepedulian terhadap para penderitanya.

Tema tahun peringatan tahun 2009 adalah: Breathless not Helpless! COPD merupakan penyakit yang progresif (terus memburuk) yang dapat menyebabkan penderitanya kesulitan bernafas. Biasanya penderita akan mengalami gejala seperti batuk yang disertai dengan mukus (lendir) dalam jumlah yang banyak, nafas yang berbunyi seperti pada penderita asma, nafas pendek, dada terasa sesak, dan gejala lainnya.Berdasarkan perkiraan WHO di tahun 2007, sekarang kira-kira sudah ada 210 juta orang yang menderita penyakit ini. Dan COPD diramalkan akan menjadi penyakit utama ketiga sebagai penyebab kematian di dunia pada tahun 2030.
Faktor risiko kunci dari penyakit ini diantaranya:
Kebiasaan merokok.
Polusi udara di dalam maupun di luar ruangan.
Pekerjaan yang memungkinkan pekerjanya untuk menghirup debu dan bahan kimia.
Source: World Health Organization (gigisehatbadansehat.blogspot.com)

Rabu, November 18, 2009

Hari Toilet Sedunia, 19 November 2009


PESAN PENTING
" Negara yang tidak mempunyai Toilet Umum yang bersih,

menunjukan bahwa Negara tersebut tidak berbudaya "


JAGALAH TOILET ANDA AGAR TETAP BERSIH & KERING

Jangan membasahi lantai toilet

Digelontor setelah pemakaian

Buang sampah pada tempatnya

Cuci tangan Anda

Selasa, November 17, 2009

Lokakarya Regional Community Led Total Sanitation (CLTS) Se Asia Tenggara dan Pasifik, Phnom Penh, Kamboja, 10 - 14 November 2009

Untuk pertama kalinya, Lokakarya Regional CLTS se-Asia Tenggara dan Pasifik diselenggarakan di Kamboja pada tanggal 10-14 November 2009, di hotel Sunway, Phnom Penh. Lokakarya ini ditujukan untuk memetakan, meninjau dan mengembangkan penerapan pendekatan CLTS di Asia Tenggara dan pasifik. Melalui lokakarya tersebut diharapkan terjadi pertukaran informasi antar negara terkait dengan penerapan CLTS, pencapaiannya, tantangan yang dihadapi, pembelajaran dan strategi yang akan dikembangkan masing-masing negara untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Lokakarya ini melibatkan peserta dari 9 negara, yaitu Kamboja, Indonesia, Laos, Myanmar, Papua New Guinea, Filipina, Timor Lesta, Viet Nam, dan India. Selain itu, beberapa organisasi pendukung CLTS dari Institute of Development Studies (IDS), Uncief, ADB, Plan International, WSP EAP, Swiss Red Cross, Lien Aid, WaterAid Asutralia, dan SNV turut berpartisipasi pada lokakarya dimaksud. Total peserta yang berpartisipasi pada lokakarya tersebut adalah 56 peserta.Peserta dari berbagai negara dan organisasi pendukung dijadwalkan untuk hadir mulai tanggal 9 November untuk mengikuti penerimaan secara resmi oleh pemerintah Kamboja, yang diwakili oleh Menteri Pembangunan Perdesaan (Rural Development) Kamboja, His Excellency Chea Sophara. Pada tanggal 10 November, Lokakarya dimulai dengan upacara pembukaan yang diawali dengan sambutan selamat datang oleh Dr. Chea Samnang, Direktur Rural Health Care, dari Kementrian Rural Development Kamboja, yang kemudian dilanjutkan oleh Profesor Robert Chambers (IDS), Dr. Kamal Kar, Isabelle Austin (Deputy Representative Unicef Kamboja), dan arahan sekaligus pembukaan oleh Dr. Chea Sophara.
Acara kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai agenda keseluruhan lokakarya oleh Dr. Chea Samnang yang diikuti oleh diskusi mengenai tujuan, aturan lokakarya, dan harapan dari peserta lokakarya oleh Profesor Robert Chambers dan Dr. Kamal Kar. Pada hari pertama dan kedua, fokus dari lokakarya ditujukan pada pembahasan mengenai status pelaksanaan CLTS, pencapaian, tantangan dan pembelajaran, serta hal-hal yang perlu diketahui dari masing-masing negara.
Untuk menjamin partisipasi dari seluruh peserta, maka pada lokakarya tersebut tidak diperbolehkan presentasi formal dalam bentuk power point. Peserta diminta untuk mengembangkan materi presentasi dalam bentuk filp chart yang telah disediakan oleh panitia. Peserta benar-benar diarahkan untuk berdiskusi secara aktif dan mempresentasikan hasil diskusi kepada seluruh peserta lokakarya yang kemudian diikuti oleh diskusi.
Pada sesi mengenai tinjauan status CLTS tersebut, Indonesia merupakan negara dengan pengalaman penerapan CLTS yang sangat komprehensif, bahkan dibandingkan dengan India sebagai salah satu negara yang dikunjungi oleh delegasi Indonesia pada tahun 2004 terkait studi mengenai pelaksanaan CLTS. Terkait dengan pengalaman di Indonesia, pada paruh pertama hari kedua tim delegasi Indonesia memaparkan mengenai sejarah penerapan CLTS di Indonesia dari mulai masuk sampai pada pengembangan konsep Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), pencapaiannya sampai pada saat ini, faktor yang mendukung pelaksanaan CLTS di Indonesia, tantangan dan pembelajaran, serta beberapa hal yang perlu diketahui. Dari presentasi berbagai negara tersebut, pengalaman Indonesia menjadi sorotan utama dalam sesi tersebut. Pemaparan mengenai faktor yang mendukung pelaksanaan CLTS di Indonesia menjadi fokus dari pertanyaan oleh seluruh peserta lokakarya. Disebutkan, bahwa beberapa faktor utama pendukung penerapan CLTS di Indonesia meliputi keberadaan regulasi, komitmen pemerintah, keberadaan Kelompok Kerja AMPL (Pokja AMPL), kemitraan dengan para pemangku kepentingan, dan keberadaan champion. Dari pertukaran informasi yang dilakukan pada sesi tersebut, banyak negara masih belum mempunyai kebijakan ataupun regulasi yang menjadi payung penerapan CLTS. Selain itu, peralihan pendekatan pembangunan dari berbasis subsidi menjadi non subsidi merupakan tantangan yang paling berat, baik pada tingkat pemerintah maupun masyarakat.
Masih pada hari kedua, sesi presentasi mengenai tinjauan status dan pencapaian masing-masing negara kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai beberapa studi mengenai CLTS yang terdiri dari beberapa topik, yaitu sanitation marketing, pembiayaan CLTS, studi dampak penerapan CLTS di kawasan sungai Mekong dan studi dampak penerapan CLTS di tiga negara. Pada sesi tersebut, metode yang digunakan adalah metode round robin dimana peserta hanya diperbolehkan untuk memilih 2 topik saja. Dengan demikian, maka masing-masing tim delegasi harus membagi anggotanya untuk memastikan didapatkannya informasi mengenai keseluruhan topik. Topik sanitation marketing merupakan topik yang paling hangat diperdebatkan. Topik tersebut masih dipahami oleh sebagian peserta overlap dengan pendekatan CLTS. Hal ini khususnya disuarakan oleh para penganut CLTS murni yang masih berpegang teguh pada konsep awal CLTS yang menyarankan tidak adanya pilihan informasi dalam penerapan CLTS. Diharapkan untuk rencana yang akan datang, topik Sanitation Marketing dapat dilokakaryakan secara khusus, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang mendalam mengenai topik tersebut. Acara pada hari kedua diakhiri dengan diskusi persiapan kunjungan lapangan yang akan dilaksanakan pada hari ketiga.Pada hari ketiga, kunjungan lapangan dibagi kedalam 4 tema besar, yaitu kunjungan ke desa ODF yang kembali ke status open defecation (OD), desa yang masih dalam status OD, desa yang telah menerapkan sanitation marketing, dan desa yang telah mencapai status ODF. Peserta dibagi kedalam 6 kelompok., dimana masing-masing kelompok akan mengunjungi dua jenis desa. Tim Indonesia membagi anggotanya ke dalam kelompok yang mengunjungi desa OD dan desa yang pernah mencapai status ODF namun kembali ke status OD, serta kelompok yang mengunjungi desa yang menerapkan sanitation marketing dan desa dengan status ODF. Dengan demikian semua tema terwakili. Khususnya kelompok yang melakukan kunjungan ke desa dengan status OD, maka pada kesempatan tersebut juga dilaksanakan pemicuan. Dari dua desa yang dipicu, lebih dari 50% penduduknya setuju untuk merubah perilakunya dan segera membangun jamban.Hasil dari kunjungan lapangan kemudian dibahas secara khusus pada hari keempat. Masing-masing kelompok diminta untuk menyusun sebuah presentasi singkat mengenai temuan di lapangan. Secara umum, temuan yang menjadi sorotan utama peserta adalah pada kriteria penentuan status desa ODF, pendampingan paska ODF, pilihan informasi dan penerapan sanitation marketing. Masih pada hari yang sama, sebagai lanjutan dari pembahasan hasil kunjungan lapangan, peserta kemudian dibagi kembali ke dalam kelompok berdasarkan negara untuk merefelksikan hasil yang didapat selama ini dan merumuskan kembali hal-hal yang masih perlu diketahui untuk pengembangan pelaksanaan CLTS di negara masing-masing. Secara umum, topik atau isu yang masih muncul sampai pada sesi ini adalah pelibatan pemerintah dalam penerapan CLTS. Selain itu, isu utama lainnya adalah mengenai kualitas fasilitator. Dengan teridentifikasinya beberapa isu utama, maka sesi berikutnya ditujukan untuk membahas mengenai isu tersebut dengan metode world café, dimana masing-masing topik akan difasilitasi oleh narasumber dan peserta mendapatkan kesempatan untuk berkonsultasi untuk setiap topiknya secara bergiliran (semi round robin). Untuk topik pelibatan pemerintah dalam penerapan CLTS, narasumber utama yang ditunjuk adalah Oswar Mungkasa, dari delegasi Indonesia. Pada kesempatan tersebut, delegasi dari Timor Leste, Kamboja, dan Myanmar membahasa mengenai strategi untu melibatkan pemerintah dalam pelaksanaan CLTS dan adanya kemungkinan untuk kunjungan studi banding dari ketiga negara tersebut ke Indonesia. Kunjungan antara negara ini menjadi salah satu keluaran dari lokakarya sebagai salah satu alternatif untuk mengembangkan pelaksanaan CLTS di negara-negara yang masih terhitung baru dalam melaksanaan CLTS. Pembelajaran dari negara lain akan menghindarkan dari masalah-masalah yang sebelumnya dihadapi oleh negara-negara seperti Indonesia dan India.Pada hari terakhir, fokus lokakarya ditujukan pada pengembangan strategi masing-masing negara terkait dengan penerapan CLTS. Untuk Negara Indonesia, terdapat beberapa hal penting yang akan dilaksanakan sehubungan dengan percepatan pembangunan sanitasi 5 tahun kedepan. Secara umum, Indonesia akan mendukung pencapaian target nasional sanitasi yaitu Indonesia bebas dari buang air besar sembarangan. Terkait dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang akan dilaksanakan, antara lain (i) penguatan sekretariat STBM; (ii) pemetaan kelembagaan (termasuk regulasi dan sumber daya); (iii) pengembangan rencana aksi 2010-2014; (iv) peninjauan dan pengembangan pedoman dan kriteria STBM; (v) training of trainers (TOT) secara berjenjang (provinsi dan kabupaten/kota; (vi) pengembangan rencana strategis AMPL dan peta jalan sanitasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota; (vii) implementasi; dan (viii) pemantauan dan evaluasi.Acara kemudian dilanjutkan dengan dengan presentasi masing-masing negara mengenai strategi yang telah dikembangkan dan kemudian dilanjutkan dengan acara penutupan secara resmi oleh Secretary of State of The Ministry of Rural Development His Excellency Sao Chivioan. sumber:ampl.or.id

Senin, November 16, 2009

LINGKUNGAN SEHAT RAKYAT SEHAT HARI KESEHATAN NASIONAL KE 45

A. PENDAHULUAN

Hari Kesehatan Nasional diperingati setiap tanggal 12 November, beragam tema telah dipilih pada setiap peringatan hari kesehatan nasional. Pada peringatan Hari Kesehatan Nasional ke 45, yang jatuh pada tanggal 12 November 2009 ini temanya adalah “ Lingkungan Sehat Rakyat Sehat. “
Makna tema diatas tentunya untuk mengingatkan kita semua tentang banyak hal penting yang mungkin terlupa akibat kesibukan kita sehari hari, namun kemudian kita juga terjebak dalam rutinitas tahunan. Gaungnya hanya sebatas bagaimana memperingati dan bukannya bagaimana memulai sesuatu peringatan tersebut menjadi lebih bermakna.
Agar pelaksanaan Peringatan Hari Kesehatan Nasional lebih bermakna dan tidak terjebak pada rutinitas belaka diperlukan perubahan sikap agar kita semua baik pemerintah, masyarakat bersama sama menjadikan thema peringatan tersebut sebagai awal dari introspeksi dan menyusun langkah langkah utama untuk menuju lingkungan sehat.

B. POKOK PERMASALAHAN
Pokok permasalahan pertama bidang kesehatan yaitu aspek lingkungan yang ditandai dengan besarnya dampak perubahan iklim terhadap ekosistem kehidupan, sehingga mengundang sejumlah penyakit yang semula sudah dapat diturunkan menjadi berkembang kembali (re-emerging deseases) seperti Malaria, Demam Berdarah Dengue, Diare dan ISPA, disamping dampak bencana alam yang semakin sering terjadi.
Permasalahan kedua adalah aspek perilaku ditandai dengan masih rendahnya kesadaran masyarakat dan peran sertanya dalam pembangunan kesehatan, hal ini ditunjukkan dengan lambatnya kemajuan peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tatanan rumah tangga, tatanan pendidikan, tatanan tempat kerja, tatanan tempat umum dan tatanan institusi kesehatan.
Permasalahan ketiga adalah upaya kesehatan, utamanya pelayanan kesehatan dasar selain belum optimal memberikan pelayanan yang bermutu juga aksesnya sebagian besar belum terjangkau oleh masyarakat.
Masalah keempat adalah sanitasi dasar sebagai bagian dari lingkungan masih merupakan masalah yang cukup besar di Jawa Tengah, seperti terbatasnya ketersediaan dan akses air bersih , rendahnya akses sanitasi, masih rendahnya capaian rumah sehat dan lingkungan sehat,
Masalah kelima adalah tingginya polusi udara akibat kebakaran hutan dan kendaraan, diperberat dengan masih rendahnya proporsi Rumah Tangga dengan PHBS baik..

C. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berorientasi dari pokok-pokok permasalahan tersebut diatas dapatlah diambil kesimpulan sekaligus merumuskan rekomendasi sebagai berikut :
· Lingkungan sehat merupakan cermin perilaku sehat, Perilaku sehat menunjukkan kemandirian masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya dan didukung oleh pelayanan kesehatan yang bermutu untuk meningkatkan derajad kesehatan yang optimal. Agar kondisi tersebut diatas dapat tercipta diperlukan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat melaui Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (STBM). Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat memiliki 5 pilar utama yaitu :
· Stop buang air besar sembarang tempat melalui upaya pemberdayaan dan pemicuan masyarakat dengan methode Community Led Total Sanitation ( CLTS)
· Gerakan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
· Pengelolaan air minum rumah tangga
· Pengelolaan sampah rumah tangga
· Pengelolaan limbah rumah tangga
Lingkungan baik fisik maupun non fisik sangat penting untuk menciptakan rakyat bertambah sehat, namun tidak mungkin dilaksanakan oleh bidang kesehatan secara sendirian, sangat diperlukan partisipasi berbagai program dan sektor. Kegiatan sinkronisasi penyusunan program antar SKPD lebih diintensifkan dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Program kegiatan multisektor seperti program Kabupaten/Kota Sehat akan diperluas pengembannya.
Seluruh jajaran kesehatan di Kabupaten dan Kota harus mampu mendorong masyarakat untuk terus menerus meningkatkan komitmennya dalam peningkatan kualitas kesehatan lingkungan, sehingga masyarakat semakin sehat dan produktif sebagai langkah pasti peningkatan kualitas lingkungan. Koordinasi efektif antara Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten Kota perlu dikembangkan melalui penataan jejaring koordinasi dan informasi,, meningkatkan kemampuan masyarakat serta mengimplementasikan komitmen Pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi sasar yang berkesinambungan dalam pencapaian Millenium Development Goal (MDGS). Kegiatan tersebut dilakukan dan diintegrasikan melalui program Desa Siaga.
Menjadikan momen Hari Kesehatan Nasional dengan Thema “Lingkungan Sehat Rakyat Sehat” sebagai semangat untuk mengawali pelaksanaan kegiatan.

Semarang, 12 Nopember 2009
Penulis Karsidi, Sie PL

Sabtu, November 14, 2009

Lingkungan Sehat Rakyat Sehat

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Derajat kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang sehat akan lebih produktif dan meningkatkan daya saing manusia.

Menurut Hendrik .L. Blum (1974) derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan medis dan keturunan. Diantara keempat faktor tersebut yang sangat berpengaruh adalah keadaan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan perilaku masyarakat yang merugikan kesehatan , baik masyarakat di perkotaan maupun perdesaan yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat di bidang kesehatan, ekonomi maupun teknologi.

Lingkungan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat, yaitu lingkungan bebas dari polusi, tersedia air bersih, sanitasi yang memadai, perumahan, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dalam memelihara nilai – nilai budaya bangsa.

Lingkungan mempunyai dua unsur pokok yang sangat erat terkait satu sama lain yaitu unsur fisik dan sosial. Lingkungan fisik dapat mempunyai hubungan langsung dengan kesehatan dan perilaku sehubungan dengan kesehatan seperti polusi air akibat pembuangan limbah ke sungai yang dapat menimbulkan Diare, ISPA dan lainnya. Lingkungan social seperti ketidakadilan sosial yang dapat menyebabkan kemiskinan yang berdampak terhadap status kesehatan masyarakat yang berakibat timbulnya penyakit berbasis lingkungan.

Kualitas lingkungan merupakan determinan penting terhadap kesehatan masyarakat, penurunan kualitas lingkungan memiliki peran terhadap terjadinya beberapa penyakit.

Kita telah tahu bahwa pemanasan global akan menyebabkan kesakitan dan kematian bagi umat manusia di kemudian hari. Pemanasan global adalah salah satu fenomena yang muncul sebagai dampak dari perubahan iklim, hal ini ditandai dengan adanya kekeringan yang berkepanjangan, permukaan es di kutub utara yang semakin menipis, banjir yang terus menerus dan kebakaran hutan. Fenomena alam yang sudah sedemikian nyata ini, tidak hanya berpengaruh terhadap lingkungan tapi juga pada kesehatan dan kehidupan manusia secara global baik secara langsung maupun tidak langsung.Satu contoh dampak yang telah kita ketahui yaitu suhu udara yang meningkat disertai dengan curah hujan yang tinggi dapat meningkatkan populasi nyamuk di daerah tropis, kondisi ini dapat mencetuskan penyakit yang ditularkan nyamuk, seperti Malaria dan Demam Berdarah. Curah hujan yang tinggi turut membantu penyebaran penyakit – penyakit ini. Suatu studi menyebutkan bahwa suhu udara yang tinggi dapat memperluas wilayah terbang nyamuk dan membuat nyamuk bertahan hidup lebih lama dan hal ini akan meningkatkan wabah penyakit menjadi lebihluas.
Kualitas udara tidak hanya dipengaruhi oleh polusi asap kendaraan dan industri, namun juga oleh peningkatan suhu udara itu sendiri yang dapat menimbulkan dampak yang sama disertai dengan bertambahnya jumlah lubang ozone. Suhu udara yang meningkat juga dapat mencetuskan gelombang panas berbahaya yang dapat menimbulkan suatu “heat stroke” . Secara normal, apabila “termostat” alami pada tubuh manusia tidak dapat menahan suhu panas yang terlalu berlebihan dan suhu tubuh dapat meningkat dengan cepat, maka tubuh kita akan memberikan suatu reaksi. Secara normal kita akan berkeringat untuk menurunkan suhu tubuh, namun hal ini tidak cukup apabila rasa panas yang timbul sangat intens. Heat Stroke adalah suatu kondisi serius yang dapat menyebabkan kematian / kecacatan apabila tidak ditangani dengan tepat.Selain itu juga perubahan iklim menyebabkan adanya perubahan radiasi sinar ultraviolet yang dapat meningkatkan resiko kanker kulit. Perubahan kualitas udara menimbulkan reaksi alergi dan infeksi karena debu dan paparan bahan kimia logam karena tercampur dengan asap kendaraan bermotor.
Penyakit berbasis lingkungan yang menjadi pola kesakitan dan kematian mengindikasikan rendahnya cakupan dan kualitas intervensi kesehatan lingkungan disamping kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan masih rendah yang mengakibatkan berbagai penyakit mudah muncul dan berkembang. Di samping itu, gangguan penyakit juga menyerang pada sebagian masyarakat miskin dan bergizi buruk.

Laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa 24% dari penyakit disebabkan oleh segala jenis faktor lingkungan yang dapat dicegah. Diperkirakan pula bahwa lebih dari 13 juta kematian tiap tahun disebabkan faktor lingkungan . Hampir sepertiga kematian dan penyakit pada sedikit negara maju disebabkan faktor lingkungan. Kelompok masyarakat rentan juga tidak luput dari pengaruh lingkungan terhadap kesehatan mereka.Diestimasikan bahwa lebih dari 33% penyakit pada Balita disebabkan oleh paparan lingkungan.

Selama ini kita sibuk sebagai pemadam kebakaran, bukan melakukan pencegahan pada sumber api. Kejadian Luar Biasa (KLB) berbagai penyakit menular muncul secara bergantian dalam beberapa tahun terakhir. Tidak saja Flu Burung yang merebak, tetapi juga penyakit lain yang sampai sekarang masih menjadi masalah dan perlu perhatian serius. Keadaan itu tidak terlepas dari peningkatan penduduk serta degradasi kualitas fungsi lingkungan, sebagai akibat pembangunan yang tidak berpihak kepada lingkungan. Penyimpangan pemanfaatan dan perubahan tata ruang yang tidak sesuai fungsinya, juga turut memberikan kontribusi munculnya kasus-kasus penyakit.

Membenahi lingkungan agar tetap sehat adalah suatu keharusan tetapi bukan semata-mata tanggungjawab jajaran kesehatan, melainkan tanggungjawab pemerintah daerah dan setiap individu dalam masyarakat untuk mengajak berbagai pihak membangun lingkungan sehat, desa/kelurahan sehat, kecamatan dan kabupaten/kota sehat termasuk lingkungan perumahan, pendidikan, tempat – tempat umum, lingkungan kerja/industri.
Oleh karena itu kedepan semakin dibutuhkan upaya yang intensif dan serius dari banyak pihak terkait untuk melakukan intervensi terhadap faktor lingkungan.

Di masa otonomi daerah, mengupayakan lingkungan sehat di suatu wilayah, tentu tidak bisa bergantung sepenuhnya pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah sendirilah yang lebih tepat menentukan programnya karena pemerintah daerahlah yang lebih memahami kekurangan dan kelebihan wilayahnya dan warganya.

Apabila manusia berperilaku hidup sehat maka semakin rendah resiko masyarakat mengalami gangguan kesehatan. Demikian pula halnya dengan faktor lingkungan, semakin sehat lingkungan di mana dia hidup bekerja, tempat umum dan transportasi, makin rendah resiko mengalami gangguan kesehatan.

Hal itu memerlukan peran dan dukungan kemampuan perencanaan daerah, untuk itu perlunya meningkatkan peran seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat dalam bidang kesehatan dan lingkungan. Serta perlu juga digali kearifan lokal berkaitan dengan kesehatan yang berkembang dalam masyarakat. Sekali lagi diketahui lingkungan sangat mempengaruhi kesehatan dan hal ini menunjukkan bahwa investasi yang bijaksana untuk menciptakan lingkungan yang baik dapat menjadi strategi yang berhasil dalam meningkatkan kesehatan dan mencapai pembangunan yang berkesinambungan. maspardi@gmail.com

Jumat, November 13, 2009

DUA KABUPATEN DAN SATU KOTA PROVINSI JAWA TENGAH MERAIH SWASTI SABA 2009



Tiga daerah (Kabupaten Sragen, Jepara dan Kota Salatiga) dari Jawa Tengah mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia bidang kesehatan berupa penghargaan Swasti Saba yaitu penghargaan kepada Kabupaten dan kota yang telah menyelenggarakan kegiatan untuk mewujudkan kabupaten/kota sehat melalui pemberdayaan masyarakat melalui forum yang difasilitasi oleh Pemerintah kabupaten/kota. Penghargaan swasti saba untuk ketiga kabupaten/kota ini adalah “Padapa” yaitu kabupaten/kota kualifikasi pemantapan diserahkan oleh Menteri Kesehatan pada 12 November 2009 malam kepada 35 kabupaten/kota se Indonesia.
Penghargaan Padapa diberikan kepada kabupaten/kota sehat pada taraf pemantapan dengan criteria sebagai berikut;
Setiap kabupaten/kota sekurang – kurangnya memilih 2 tatanan, sesuai potensi sumber daya setempat;
Setiap kabupaten/kota sekurang – kurangnya mencakup 51-60% kecamatan.
Setiap tatanan melaksanakan 51 – 60% dari semua kegiatan termasuk lembaga masyarakat.
Tiap kegiatan dapat dipilih sekurang – kurangnya satu indicator program (fisik, sosekbud) atau kesehatan (kesakitan/kematian, perilaku dan kesehatan lingkungan) dan satu indicator adanya gerakan masyarakat dari indicator yang tersedia.


Kelembagaan kabupaten/kota sehat yaitu Forum kabupaten/kota sehat atau dengan nama lain yang disepakati.Keanggotaan forum terdiri seluruh wakil anggota masyarakat, Pemerintah, swasta, tokoh masyarakat, Perguruan Tinggi, media massa dan yang lain yang dianggap mewakili kepentingan seluruh masyarakat. Di Kecamatan dibentuk Forum komunikasi desa/kelurahan sehat atau dengan memfungsikan organisasi masyarakat yang ada dengan nama kesepakatan masyarakat. Di pedesaan/kelurahan dibentuk kelompok kerjadesa/kelurahan sehat atau dengan memfungssikan organisasi masyarakat yang ada.
Forum berperan menentukan arah, sasaran, tujuan, kegiatan dan langkah – langkah penggerakan , mendorong dan mengupayakan berbagai kegiatan pemerintah, swasta dan masyarakat untuk mewujudkan kabupaten/kota sehat. maspardi@gmail.com

Hari Toilet Sedunia



Sebuah organisasi bernama World Toilet Organization (WTO) memproklamirkan tanggal 19 November lalu sebagai Hari Toilet sedunia. WTO dibentuk pada tahun 2001 di bawah pimpinan seorang pengusaha Singapura, Jack Sim. "19 November merupakan merupakan Hari Toilet se-Dunia. Hari di mana kita bisa mengingatkan akan pentingnya sanitasi yang lebih baik pada setiap orang". demikian pernyataan yang tertera dalam situs WTO.


LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN ASOSIASI TOILET INDONESIA


WORLD TOILET ORGANIZATIONBerbagai permasalahan global dunia yang berkaitan dengan masalah kebersihan, kesehatan dan lingkungan hidup pada akhirnya memaksa masyarakat di berbagai negara untuk berkumpul mengadakan World Toilet Summit, yang menghasilkan pembentukan World Toilet Organization pada tanggal 21 November 2001 dan bertempat di Singapura dimana Indonesia melalui Ibu Naning Adiwoso dari Inias Resource Center termasuk dalam salah satu penandatangan pembentukan WTO.
WORLD TOILET ORGANIZATION• World Toilet Organization merupakan Organisasi Internasional yang diikuti oleh berbagai negara dan Indonesia turut berkepentingan untuk menjadi bagian dari World Toilet Organization
• Dengan berbagai permasalahan kesehatan, kebersihan dan lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia begitu memprihatinkan, sehingga WTO dirasakan.


ASOSIASI TOILET INDONESIA
Setelah terbentuknya World Toilet Organization, Indonesia diminta untuk membentuk sebuah organisasi yang secara resmi organisasi ini akan menjadi anggota dari World Toilet Organization. Ajakan WTO ini mendasari pembentukan Asosiasi Toilet Indonesia yang didirikan oleh Ibu Naning Adiwoso dengan merangkul pihak-pihak yang peduli terhadap permasalahan kebersihan, kesehatan dan lingkungan hidup di Indonesia.

Organisasi Asosiasi Toilet Indonesia dibentuk dalam kapasitas skala nasional dengan menggalang kepedulian berbagai pihak dan bersama-sama menciptakan Indonesia yang bersih, sehat dan ramah lingkungan


KONDISI & PERMASALAHAN LINGKUNGANINDONESIA
KONDISI & MASALAH LINGKUNGAN
Kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap kondisi toilet umum
Perilaku masyakarat kurang memperhatikan kebersihan dan merawat fasilitas umum
INDONESIA PERLU LINGKUNGAN BERSIH
Semakin langkanya air bersih.
Terdapat banyak penyakit yang berkembang melalui TOILET UMUM.
Tumbuhnya berbagai penyakit baru karena perubahan iklim yang semakin tidak menentu.
Berbagai penyakit semakin terasa semakin mengancam masyarakat.
Diperlukan perbaikan perilaku masyarakat dalam penggunaan Toilet umum serta kesadaran untuk menjaga kebersihan dan lingkungan hidup serta hemat air dan energi.
Perkembangan ekonomi dunia telah membuat orang semakin banyak melakukan transaksi bisnis dan perdagangan di tempat umum serta melakukan banyak perjalanan atau bepergian… Karena itu toilet yang mengikuti standar global dan ramah lingkungan sangatlah diperlukan…

Kontak Asosiasi Toilet Indonesia Gedung 12AJl. ciputat raya no 12a pondok pinang - Jakarta12310Phone : +62 21 7591 5161, +62 21 751 0760Fax : +62 21 7591 4616email: toiletumum@inias.net

sumber:ati.inias.net

Kamis, November 12, 2009

Peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-45, Menkes Serukan Sinergi untuk Menyehatkan Lingkungan



Menteri Kesehatan RI dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR. PH. mengajak seluruh jajaran kesehatan, masyarakat, sektor usaha dan komponen bangsa untuk saling bersinergi dalam meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan. Hal ini disampaikan Menkes dalam pidatonya di hadapan seluruh jajaran Departemen Kesehatan pada apel Peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-45 (12/11), yang pada tahun ini mengusung tema ”Lingkungan Sehat Rakyat Sehat”.


Menurut Menkes, kesehatan lingkungan yang ditandai dengan ketersediaan dan akses air bersih, akses sanitasi, pengendalian polusi udara dan perilaku hidup bersih dan sehat, masih menjadi tantangan yang cukup besar di bidang kesehatan. Padahal kesehatan lingkungan berkaitan erat dengan kesehatan ibu dan anak, status gizi masyarakat serta pencegahan penyakit menular, yang merupakan penentu status kesehatan masyarakat dan berdampak pada kualitas bangsa.

Mengutip hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 yang dilakukan Depkes, Menkes mengatakan bahwa 24,8% rumah tangga masih tidak menggunakan fasilitas buang air besar, dan 32,5% tidak memiliki saluran pembuangan air limbah. Sementara yang cukup positif adalah 57,7% rumah tangga di Indonesia memiliki akses air bersih dan 63,3% rumah tangga memiliki akses sanitasi yang baik.”Dalam momentum peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-45 tahun 2009 ini, kita harus berupaya secara terus-menerus untuk melakukan peningkatan dan perbaikan dalam meningkatkan lingkungan sehat seperti yang sudah ditargetkan dalam program 100 hari bidang kesehatan. Salah satu indikator kinerja Depkes yaitu pada Januari 2010 harus mencapai sarana air minum sebanyak 1.379 lokasi dan peningkatan sanitasi di 61 lokasi.

Sedangkan indikator kinerja pada tahun 2014 bidang kesehatan lingkungan yaitu tercapainya program air bersih yang menjangkau 67% penduduk dan peningkatan sanitasi dasar berkualitas baik untuk 75% penduduk. Dengan demikian, penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan karena lingkungan yang tidak sehat seperti diare, ISPA, TBC, malaria, frambusia, demam berdarah dan flu burung diharapkan akan menurun.” kata Menkes.

Menkes menambahkan, upaya peningkatan kualitas dan kesehatan lingkungan mencakup penyediaan kebutuhan akan ketersediaan air minum dan sanitasi; peningkatan perilaku higienis; pengembangan kabupaten/kota sehat; pengendalian bahan berbahaya dan logam berat; penanganan limbah rumah tangga, industri dan institusi pelayanan kesehatan, seperti Rumah Sakit dan Puskesmas serta penanganan kedaruratan lingkungan dalam situasi bencana. Upaya-upaya tersebut dan upaya membuat rakyat sehat, lanjut Menkes, tidak mungkin dilaksanakan oleh bidang kesehatan secara sendirian dan untuk itu memerlukan dukungan dan sinergi dari masyarakat, jajaran kesehatan, sektor swasta dan dunia usaha, serta berbagai komponen bangsa.Bagi masyarakat luas, Menkes menyerukan pentingnya perilaku sehat. Menkes menyampaikan bahwa lingkungan sehat merupakan cermin perilaku sehat, yang menunjukkan kemandirian masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya, yang dengan dukungan pelayanan kesehatan yang bermutu dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia yang optimal.Bagi jajaran kesehatan, Menkes menghimbau agar setiap jajaran kesehatan di lapangan memiliki prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat. ”Kita perlu mengembangkan paradigma baru di jajaran kesehatan, jika masyarakat sebelumnya ditempatkan sebagai obyek pelayanan kesehatan, saat ini mereka harus didorong dan diberdayakan untuk mampu sebagai subyek dan mampu secara mandiri dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan kesehatan yang berkesinambungan. Jajaran kesehatan juga diharapkan dapat mengembangkan berbagai prakarsa dalam membangun lingkungan sehat dengan melibatkan masyarakat seperti kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat dan pengembangan wilayah/kawasan sehat.”Bagi masyarakat, sektor swasta dan dunia usaha, Menkes menekankan perlunya kemitraan dalam mencegah dan menyelesaikan masalah kesehatan disamping keterlibatan provider kesehatan dan lintas sektor. Berbagai komponen bangsa diharapkan dapat membentuk aliansi-aliansi gerakan masyarakat sehat untuk berperan aktif dalam mencegah dan mengatasi berbagai masalah kesehatan, dan siap menjadi barisan terdepan sebagai modal kekuatan bangsa untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta menjadikan kualitas bangsa yang bermartabat.

Usai memimpin apel, Menkes meluncurkan Aksi Simpati Kebersihan Lingkungan di lima wilayah DKI Jakarta yang ditandai dengan pelepasan mobil pelayanan kesehatan. Selain itu, Hari Kesehatan Nasional ke-45 tahun 2009 dirayakan dengan berbagai acara hingga bulan Desember 2009 meliputi pemberian penghargaan atas pengabdian PNS di lingkungan Depkes RI, institus/perorangan yang berjasa di bidang kesehatan tingkat nasional, penyerahan secara simbolis Kartu Jamkesmas bagi Panti Jompo dan Panti Asuhan, penghargaan kompetisi jurnalistik, penghargaan lomba perpustakaan kesehatan, pameran foto, penyerahan mobil unit promosi kesehatan ke seluruh Indonesia, pameran pembangunan kesehatan, pemeriksaan kualitas air bagi masyarakat di 10 regional, dan berbagai acara yang dilaksanakan di tingkat daerah mulai dari provinsi hingga kabupaten/kota.Sumber Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-30413700, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id, info@puskom.depkes.go.id, kontak@puskom.depkes.go.id.

Selasa, November 10, 2009

Lingkungan Sehat Rakyat sehat


Tema Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-45 tahun 2009 adalah “LINGKUNGAN SEHAT RAKYAT SEHAT”. Tema ini sejalan dengan semangat kita untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang didukung Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) melalui upaya pemantapan Desa Siaga di seluruh Indonesia sebagaimana tercermin dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan (RPJP-K) tahun 2005-2025.

Makna logo :
1. Gambaran beberapa individu dalam berbagai corak warna menunjukkan dimanapun manusia Indonesia hidup dalam lingkungan yang sehat penuh keceriaan, kebugaran dan vitalitas.

2. Bulatan biru melambangkan lingkungan kediaman/tempat kehidupan yang segar, bersih, bebas polusi dan sehat didukung dengan ketersediaan air bersih.

3.Gambar daun hijau menunjukkan keseimbangan eko-sistem lingkungan yang melambangkan pertumbuhan dan kepedulian akan sumber oksigen kehidupan untuk mencapai status kesehatan yang berkualitas.

Hari Kesehatan Nasional (HKN) selalu diperingati pada tanggal 12 November setiap tahun sejak 1964. Diperingati karena bangsa Indonesia dengan kegigihannya dan semangat kebersamaan serta kerjasama pemerintah dan masyarakat berhasil menuntaskan program pemberantasan malaria di Indonesia.Peristiwa tersebut kini setiap tahunnya diperingati dan dirayakan di seluruh wilayah Republik Indonesia sebagai bentuk optimisme Bangsa Indonesia dalam Pembangunan Kesehatan, dengan berbagai kegiatan dan bahkan selama beberapa hari.

Pada peringatan HKN ke-45 tahun 2009 ini pemerintah segera memasuki era pembangunan lima tahunan 2010-2014. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan (RPJP-K) tahun 2005-2025 yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kesehatan (RPJM-K) telah memasuki akhir tahapan RPJM-K yang pertama tahun 2009.Pada era 2004-2009 yang baru berlalu sejumlah capaian pembangunan kesehatan sudah tercatat dalam hasil Riskesdas tahun 2008 yakni peningkatan Usia Harapan Hidup menjadi 70,6 tahun, menurunnya angka kematian bayi (AKB) menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup, menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan menjadi 266 per 100.000 kelahiran hidup dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita menjadi18,4%.Memasuki Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kesehatan (RPJM-K) tahun 2010-2014, disamping memperpanjang Umur Harapan Hidup (UHH) dan menurunkan lagi AKB, AKI dan prevalensi gizi kurang adalah mencapai target MDG’s sebagai komitmen internasional serta pemantapan pemberdayaan masyarakat melalui penguatan/ pengembangan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) seperti Desa Siaga dan pemantapan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) dengan prioritas bagi seluruh masyarakat miskin sebagai bentuk pemenuhan akan hak dasar kesehatan yang diamanatkan UUD RI Tahun 1945 (Amandemen Keempat).

Untuk mencapai hal di atas, pada saat ini ada 3 (tiga) persoalan besar bidang kesehatan yaitu aspek lingkungan yang ditandai dengan besarnya dampak perubahan iklim terhadap ekosistem kehidupan sehingga mengundang sejumlah penyakit yang semula sudah dapat diturunkan menjadi berkembang kembali (reemerging deseases) seperti malaria, demam berdarah dengue, diare dan ISPA, disamping dampak bencana alam yang semakin sering terjadi.Hal kedua aspek perilaku ditandai dengan masih rendahnya kesadaran masyarakat dan peran sertanya dalam pembangunan kesehatan, hal ini ditunjukkandengan lambatnya kemajuan peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tatanan rumah tangga, tatanan pendidikan, tatanan tempat kerja, tatanan tempat umum dan tatanan institusi kesehatan.Sedangkan aspek ketiga yaitu upaya kesehatan, utamanya pelayanan kesehatan dasar selain belum optimal memberikan pelayanan yang bermutu juga aksesnya sebagian besar belum terjangkau oleh masyarakat. Aspek lingkungan, perilaku dan ketersediaan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat mempengaruhi capaian derajat kesehatan.

Seiring dengan tahun 2009 sebagai tahun lingkungan, dan melihat masalah lingkungan masih merupakan masalah yang cukup besar di bidang kesehatan seperti terbatasnya ketersediaan dan akses air bersih, rendahnya akses sanitasi, masih rendahnya capaian rumah sehat dan lingkungan sehat, tingginya polusi udara akibat kebakaran hutan dan kendaraan, diperberat dengan masih rendahnya proporsi Rumah Tangga dengan PHBS baik, maka perlu Pemerintah bersama Masyarakat menggalakkan semangat untuk meningkatkan kualitas lingkungan diawali pada Peringatan Hari Kesehatan Nasional yang ke 45 Tahun 2009 ini.Kita percaya dengan semangat yang tinggi serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, kita telah berada pada arah yang tepat menuju Rakyat yang Sehat.Sumber : PromoKesehatan.Com

Kamis, November 05, 2009

Program 100 hari Menteri Kesehatan


Kunjungan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH. Dr. PH ke Bandung tanggal 2 November 2009, mendapat perhatian sejumlah media cetak dan elektronik untuk memperoleh penjelasan berbagai hal termasuk program 100 hari Menteri Kesehatan Kabinet Indonesia Bersatu II. Di Bandung, Menkes melakukan serangkaian kegiatan yakni memberikan pengarahan pada seminar memperingati Hari Pneumonia Sedunia “ The Forgotten Killer of Children “ di aula FK-Unpad, mencanangkan pengobatan massal bagi 32 juta penduduk di daerah endemis filariasis (penyakit kaki gajah) di RSUP Hasan Sadikin dan kunjungan ke RS Paru Dr. Rotinsulu.
Usai memberikan pengarahan di FK-Unpad, Menkes langsung dikerubuti media untuk meminta penjelasan seputar program seratus hari dan lain-lain, namun karena jadwalnya yang padat permintaan wartawan baru terpenuhi usai mencanangkan pengobatan massal filariasis di Aula RSUP Hasan Sadikin. Dalam penjelasannya kepada wartawan, dr. Endang R.Sedyaningsih, mengatakan dalam 100 hari pertama menjalankan tugasnya sebagai Menteri Kesehatan Kabinet Indonesia Bersatu II ada empat program utama yang menjadi fokus agenda kerjanya, yaitu pertama peningkatan pembiayaan kesehatan untuk memberikan jaminan kesehatan masyarakat dengan penekanan pada penduduk miskin. Program kedua yaitu peningkatan kesehatan masyarakat untuk mempercepat pencapaian target tujuan pembangunan milenium (MDGs) seperti mengurangi angka kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan, penanganan masalah gizi dan sebagainya."Program ketiga yaitu pengendalian penyakit dan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana," katanya.Sedangkan program keempat, yaitu peningkatan ketersediaan, pemerataan dan distribusi tenaga kesehatan terutama di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK).Mengenai program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Menkes mengatakan pihaknya akan berusaha memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat yang menjadi korban bencana dan orang-orang miskin yang tidak terdaftar seperti gelandangan."Hal yang menjadi problem dalam Jamkesmas adalah orang-orang yang tidak terdaftar. Dalam 100 hari ke depan, akan dibagikan kartu bagi orang-orang gelandangan dan orang-orang di panti asuhan sehingga mereka dapat jaminan untuk berobat," kata Menkes.Selain itu, Depkes juga akan berusaha menyelesaikan pembayaran tunggakan tagihan Jamkesmas yang belum terselesaikan, ujar dr. Endang.Untuk mencapai program MDGs juga ada program `sweeping` balita gizi buruk. ” Kita sudah punya data dari Riset Kesehatan Dasar, daerah mana saja yang ada kasus gizi buruk dan kita akan fokuskan ke daerah tersebut, dan kemudian kita rujuk ke Puskesmas untuk mendapatkan perawatan dan pemberian makanan tambahan agar gizinya tercukupi," kata Menkes.Komite NasionalMenkes mengatakan, pihaknya akan membentuk sebuah komite yang akan menentukan kebijakan proteksi terhadap semua sampel/spesimen dan strain suatu penyakit hasil penelitian di Indonesia. "Saya akan membentuk suatu komite atau komisi nasional yang terdiri dari pakar spesialis anak, pakar spesialis penyakit dalam, virologi, serta pakar-pakar dari universitas dan dari Depkes," kata dr. Endang."Komite itu akan menjadi semacam dewan pertimbangan untuk membahas dan memutuskan tawaran penelitian yang besar-besar, bermanfaat atau tidak untuk Indonesia, apa keuntungannya untuk Indonesia, apa saja yang boleh dilakukan oleh pihak asing, dan lain sebagainya" kata Menkes.Depkes juga akan membentuk komite material transfer agreement (MTA) yang memutuskan, apakah spesimen virus/bakteri hasil suatu penelitian bisa dibawa keluar dari Indonesia atau tidak. Tetapi sedapat mungkin, spesimen tidak dibawa keluar dari Indonesia," kata Menkes.Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-52907416-9 dan 52921669, atau e-mail puskom.depkes@gmail.com dan puskom.publik@yahoo.co.id.